Sabtu, 02 Januari 2010

“Natal Bersama dan Misi Kristen”


Para misionaris, seperti van Lith, berkeinginan memisahkan orang Jawa dengan Islam. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-275

Oleh: Dr. Adian Husaini

Pada 27 Desember 2009, saya sempat menonton acara Perayaan Natal Bersama melalui TVRI. Acara itu seperti sudah dianggap sebagai ritual tahunan kenegaraan. Biasanya pejabat tinggi banyak yang diundang. Malam itu, Presiden SBY juga datang. Ada juga Wapres Boediono, dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Menyimak rangkaian acaranya, Perayaan Natal Bersama itu jelas sebagai suatu bentuk Proklamasi agama Kristen dan realisasi konsep Misi Kristen di Indonesia.

Pesan utama yang ingin disampaikan melalui acara tersebut sangat jelas bahwa Jesus, Putra Tuhan, sang Juru Selamat sudah tiba untuk menebus dosa manusia. Berbagai lagu dan sendratari yang ditampilkan membawa pesan tersebut. Disamping lagu dan tari, ada pesan Natal dan juga Doa Syafaat dibawakan oleh pejabat KWI (Katolik) dan PGI (Protestan).

Menarik jika kita amati wajah Pak SBY dan pejabat muslim lainnya yang hadir acara itu. Kita juga mencoba menebak-nebak, apa kira-kira perasaan Pak SBY dan orang Muslim di situ, ketika mendengar lagu-lagu dan seruan tentang kedatangan Jesus sebagai anak Allah dan Juru Selamat. Kita berprasangka baik, dan menduga-duga, hati Pak SBY yang Muslim itu pasti berkata: “Ini tidakbenar! Sebab, saya Muslim. Saya yakin benar, bahwa Nabi Isa tidak mati di tiang salib. Saya yakin, Nabi Isa adalah utusan Allah, rasul Allah; bukan Tuhan atau anak Tuhan.”

Pak SBY yang punya sebuah Majlis Zikir tentu sudah pernah mendengar ayat Al-Quran: “Dan ingatlah ketika Isa Ibn Maryam berkata, wahai Bani Israil sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada padaku, yaitu Taurat, dan menyampaikan kabar gembira akan datangnya seorang Rasul yang bernama Ahmad (Muhammad).” (Terjemah QS as-Shaff: 6).

Ada juga ayat Al-Quran yang menyatakan: “Dan mereka mengatakan, (Allah) Yang Maha Pemurah itu punya anak. Sungguh (kalian yang menyatakan bahwa Allah punya anak), telah melakukan tindakan yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah gara-gara ucapan itu dan bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menuduh Allah Yang Maha Pemurah punya anak.” (Terjemah QS Maryam: 88-91).

Sebagai Muslim, Pak SBY tentu paham benar ayat-ayat Al-Quran tersebut. Dalam Perayaan Natal Bersama itu, orang-orang Muslim “dipaksa” mendengar cerita-cerita tentang Jesus yang bertentangan dengan keimanan mereka. Kata beberapa orang, praktik-praktik pencampuran Perayaan Hari Raya Agama seperti itu perlu dilakukan demi tujuan mulia, yaitu untuk membina Kerukunan Umat Beragama. Malah, ada yang berpendapat, agar MUI mencabut fatwa tentang Haram-nya seorang Muslim merayakan Natal Bersama. Sebagai Muslim, dan juga sebagai Presiden, Pak SBY ketika itu “harus” duduk mendengarkan semua cerita tentang Jesus, yang sudah pasti tidak diyakininya. Pada kondisi seperti itulah, Pak SBY juga terpaksa tidak menyatakan secara terbuka, bahwa dia mempunyai kepercayaan dan keimanan yang berbeda dengan kaum Nasrani.

Sebenarnya, jika kita berpikir jernih, praktik-praktik semacam ini seharusnya dihentikan. Membangun kerukunan umat beragama tidak perlu dilakukan dengan cara-cara yang dapat menyuburkan kemunafikan seperti itu. Rasulullah saw, para sahabat, dan para ulama Islam – yang sejati – tidak pernah mengajarkan tindakan seperti itu. Untuk membangun kerukunan umat beragama, banyak cara lain yang bisa dilakukan. Sebenarnya, jika kaum Nasrani merayakan hari raya mereka, di kalangan mereka sendiri, itu juga tidak ada masalah dan tidak perlu mengundang kontroversi.

Berita tentang ke-Tuhanan Jesus tentu tidak mudah ditelan begitu saja oleh kaum Muslim. Sebab, Islam memiliki kitab suci Al-Quran yang dengan sangat gamblang menjelaskan kesalahan kepercayaan kaum Kristen tersebut. Al-Quran menyatakan, bahwa berita tentang penyaliban Jesus (Nabi Isa) adalah bohong belaka. Penyaliban Jesus, dalam pandangan Islam, tidak memiliki dasar yang kuat. “Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu. Begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (Terjemah QS al-Kahfi: 4-5).

Ayat-ayat dalam kitab suci yang secara tegas membantah klaim-klaim kaum Kristen tentang ketuhanan Jesus seperti ini hanya dijumpai dalam Al-Quran. Ayat semacam itu tidak kita dijumpai pada Kitab Veda (Hindu), Tripitaka (Budha), atau Su Si (Konghucu). Karena itu, wajar, selama seorang mengaku dan meyakini keimanan Islam-nya, hatinya akan dengan tegas menolak semua pernyataan yang tidak benar tentang Nabi Isa. Kaum Ahlul Kitab yang hatinya ikhlas dalam menerima kebenaran pasti akan mengakui kenabian Muhammad saw dan kebenaran Al-Quran (QS 3:199).

Keyakinan kaum Muslim tentang Nabi Isa seperti itu seharusnya dihormati oleh kaum Kristen. Sehingga, tidaklah etis jika “memaksa” seorang Muslim yang berpegang kepada iman Islam-nya untuk duduk mendengar cerita tentang Yesus dalam versi Kristen yang sama sekali berbeda versinya dengan cerita tentang Nabi Isa dalam versi Islam. Inilah sebenarnya hakekat saling hormat-menghormati antar pemeluk agama. Mereka bisa bekerjasama satu sama lain, dalam berbagai hal. Tetapi, bukan membiasakan diri bersikap “pura-pura” dalam soal keimanan. Sikap saling menghormati bisa ditumbuhkan dengan tetap berpegang kepada keimanan masing-masing.

Islam juga menghormati sikap pemimpin Katolik Paus Yohanes Paulus II, ketika menyatakan, bahwa Islam, bahwa Islam bukanlah agama penyelamatan: “Islam is not a religion of redemption.” Paus juga menyatakan, dalam Islam tidak ada ruang bagi Salib dan Kebangkitah Yesus. Yesus memang disebutkan, tetapi, kata Paus, dia hanya sekedar seorang Nabi, yang menyiapkan kedatangan Nabi terakhir, yaitu Muhammad. Karena itulah, Paus berkesimpulan: “For this reason, not only the theology but also the anthropology of Islam is very distant from Christianity.” Jadi,menurut Paus, secara teologis dan antropologis, ada perbedaan yang mendasar antara Islam dan Kristen. (Lihat, John Cornwell, The Pope in Winter: The Dark Face of John Paul II’s Papacy, (London: Penguin Books Ltd., 2005).

Ada lagi yang sering tidak dipahami oleh pemeluk agama selain Islam atau bahkan kalangan Muslim sendiri. Yaitu, bahwasanya Islam adalah agama wahyu yang memiliki uswah hasanah (contoh teladan). Sebagai agama wahyu (agama langit), Islam mendasarkan keyakinan dan semua praktik ritualnya berdasarkan wahyu dan contoh dari Nabi Muhammad saw. Karena itu, hanya orang Muslim yang kini memiliki bentuk ibadah yang satu. Orang Muslim membaca al-Fatihah yang sama dalam shalat; ruku’ dengan cara yang sana; sujud dengan cara yang sama, dan salam dengan cara yang sama pula. Semua itu ada contoh dari Nabi Muhammad saw.

Bahkan, kaum Muslim berdebat tentang hal-hal yang “kecil” dalam ibadah shalat, seperti apakah dalam tahiyat, jari telunjuk digerakkan atau tidak. Sebab, memang ada riwayat yang berbeda dari Rasulullah saw tentang hal itu. Yang jelas, semua Muslim ingin mencontoh Sang Nabi sampai hal-hal yang “kecil” seperti itu diperdebatkan. Tapi, semua orang Muslim, saat melaksanakan tahiyat dalam shalat, pasti mengeluarkan jari telunjuk, bukan jari jempol atau jari kelingking.

Karena kuatnya berpegang pada keteladanan Nabi Muhammad saw dalam ibadah itulah, maka –misalnya -- orang Islam tidak mudah untuk diajak mengganti salam Islam dengan salam lainnya. Karena salam resmi orang Islam, sesuai ajaran Nabi saw adalah: Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.” Ucapan salam seperti ini berdasarkan contoh dari Nabi Muhammad, bukan berasal dari budaya atau hasil Kongres umat Islam pada saat tertentu. Di mana pun, kapan pun, umat Islam akan mengucapkan salam seperti itu. Apa pun suku dan bangsanya. Upaya untuk “pribumisasi” salam Islam dan menggantinya dengan “Selamat pagi” dan sejenisnya, telah gagal dilakukan. Dulu, semasa menjabat sebagai Menteri P&K (1978-1982), Dr. Daoed Joesoef menolak mengucapkan salam Islam, dengan alasan, ia bukan hanya menterinya orang Islam.

Sekarang, cara berpikir Daoed Joesoef itu sudah out of date, sudah ketinggalan zaman. Kini, Presiden SBY pun sangat fasih dalam mengucapkan salam. Bahkan, biasanya ia mendahului dengan ucapan basmalah. Sekarang sudah banyak tokoh non-Muslim yang dengan lancar mengucapkan salam Islam. Saya pernah bertanya kepada seorang tokoh non-Muslim, apakah dia boleh mengucapkan salam Islam, seperti yang baru saja dia ucapkan. Dia menjawab: Boleh!

Kondisi seperti itu berbeda dengan umat Islam. Untuk urusan salam saja, Rasulullah saw memberikan contoh dan panduan yang sangat rinci. Bagaimana seharusnya seorang Muslim memberikan salam kepada sesama Muslim, bagaimana menjawab salam dari non-Muslim, dan sebagainya. Umat Islam secara ikhlas berusaha mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw tersebut. Sifat dan posisi ajaran Islam seperti ini seyogyanya dipahami. Termasuk dalam soal perayaan Hari Besar Agama. Panduan dalam soal ini juga sangat jelas. Karena itu, jika umat Islam menolak untuk mengikuti Perayaan Hari Besar agama lain, itu pun harusnya dipahami dan tidak dicap sebagai bentuk rasa permusuhan dengan agama lain. Pemahaman akan sifat dan karakter masing-masing agama itu perlu dipahami oleh masing-masing tokoh agama, agar tidak memaksakan pemahamannya kepada orang lain.

Budaya dan Misi

Aspek lain yang menonjol dalam Peraayaan Natal Bersama 27 Desember 2009 adalah upaya kaum Kristen untuk menampilkan citra adanya penyatuan Kristen dengan budaya Indonesia. Para penari mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah. Citra penyatuan Kristen dengan adat istiadat di Indonesia sudah lama diusahakan oleh para misionaris di Indonesia. Strategi budaya dijalankan agar misi Kristen lebih mudah diterima oleh rakyat Indonesia, dan agar citra Kristen sebagai agama penjajah dapat hilang di mata rakyat.

Penyebaran agama Kristen dengan strategi budaya Jawa pada dekade pertama abad XX, misalnya, terutama ditempuh oleh kalangan Yesuit dan juga misi Katolik pada umumnya. Misi Kristen ingin menggusur atau memisahkan citra penyatuan Islam dengan Jawa. Tokoh misionaris Katolik, misalnya, telah lama berusaha menggusur dominasi bahasa Melayu dan menggantinya dengan bahasa Jawa. Di sekolah Katolik di Muntilan, misalnya, penggunaan bahasa Melayu dihindari sejauh mungkin. Sebab, bahasa Melayu identik dengan bahasa kaum Muslim. Penggunaan bahasa Melayu dikhawatirkan akan menyiratkan dukungan terhadap agama Islam.

J.D. Wolterbeek dalam bukunya, Babad Zending di Pulau Jawa, mengatakan: “Bahasa Melayu yang erat hubungannya dengan Islam merupakan suatu bahaya besar untuk orang Kristen Jawa yang mencintai Tuhannya dan juga bangsanya.”

Senada dengan ini, tokoh Yesuit Frans van Lith (m. 1926) menyatakan: “Dua bahasa di sekolah-sekolah dasar (yaitu bahasa Jawa dan Belanda) adalah batasannya. Bahasa ketiga hanya mungkin bila kedua bahasa yang lain dianggap tidak memadai. Melayu tidak pernah bisa menjadi bahasa dasar untuk budaya Jawa di sekolah-sekolah, tetapi hanya berfungsi sebagai parasit. Bahasa Jawa harus menjadi bahasa pertama di Tanah Jawa dan dengan sendirinya ia akan menjadi bahasa pertama di Nusantara. (Seperti dikutip oleh Karel A. Steenbrink, dalam bukunya, Orang-Orang Katolik di Indonesia).

Kiprah Pater van Lith dalam gerakan misi di Jawa digambarkan oleh Fl. Hasto Rosariyanto, SJ dalam bukunya, Van Lith, Pembuka Pendidikan Guru di Jawa, Sejarah 150 th Serikat Jesus di Indonesia (2009). Dalam buku ini diceritakan, bahwa dalam suatu Kongres bahasa Jawa, secara provokatif van Lith memperingatkan orang-orang Jawa untuk berbangga akan budaya mereka dan karena itu mereka harus menghapus bahasa Melayu dari sekolah. Van Lith lebih suka mempromosikan bahasa Belanda, karena dianggapnya sebagai bahasa kemajuan.

Upaya untuk menggusur bahasa Melayu dari kehidupan berbangsa di Indonesia, sebagaimana dipromosikan van Lith tidak berhasil dilakukan. Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai suku bangsa justru mendeklarasikan: “Kami berbahasa satu, bahasa Indonesia.” Demi persatuan bangsa, para pemuda dari Jawa juga merelakan bahasa Jawa tidak dijadikan sebagai bahasa nasional Indonesia.

Van Lith, yang datang ke Indonesia pada 1896, menulis dalam sebuah suratnya:

“Jika para misionaris ingin membawa orang non-Kristen kepada Kristus, mereka harus menemukan titik-awal bagi penginjilan. Di dalam agama merekalah terletak hati dari orang-orang ini. Kalau para misionaris mengabaikan ini, mereka juga akan kehilangan titik temu untuk menawarkan kabar gembira dalam hati mereka. Di Pulau Jawa, khususnya, di mana penduduk yang paling maju dari seluruh kepulauan ini tinggal, mempelajari Hinduisme, Budhisme, Islam, dan budaya Jawa adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditunda. Agama-agama ini telah berkembang, tetapi agama asli tidak pernah tercabut dari hati orang-orang ini.”


Dalam salah satu artikelnya yang ditemukan sesudah kematiannya, van Lith juga menyemangati teman-teman misionaris agar menempatkan diri sesama warga dengan orang Jawa:

“Kalau kita, orang Belanda, ingin tetap tinggal di Jawa dan hidup dalam damai dan menikmati keindahan serta kekayaan pulau tercinta ini, maka ada satu tuntutan, yaitu bahwa kita harus selalu belajar memperlakukan orang Jawa sebagai saudara kita. Di tengah-tengah orang Jawa, kita tidak bisa berlagak seperti penguasa, atau sebagai majikan, atau sebagai komandan, tetapi seharusnya sebagai sesama warga. Kita harus belajar menyesuaikan diri, belajar menguasai bahasa orang-orang ini dan adat kebiasaan mereka; hanya dengan berlaku demikian kita bisa menjalin persahabatan dengan mereka ini.”


Demi pendekatan budaya, van Lith sampai bisa menerima orang Katolik Jawa melakukan sunat. Padahal, dalam suratnya, Paulus menyatakan: “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu”. (Gal. 5,2). Van Lith menerima sunat bagi orang Katolik Jawa, tetapi menolak tambahan doa Arab (Islam). Ia juga menentang sunat sebagai bentuk pertobatan menjadi Muslim.

Para misionaris, seperti van Lith, berkeinginan memisahkan orang Jawa dengan Islam. Sebab, orang Jawa memang sangat kokoh memegang identitasnya sebagai Muslim, meskipun mereka belum mengamalkan ajaran Islam sepenuhnya. Sulitnya orang Jawa ditembus misi Kristen digambarkan oleh tokoh misi Katolik, Pater van den Elzen, dalam sebuah suratnya bertanggal 19 Desember 1863:

“Orang Jawa menganggap diri mereka sebagai Muslim meskipun mereka tidak mempraktekkannya. Mereka tidak bertindak sebagai Muslim seperti dituntut oleh ajaran “Buku Suci” mereka. Saya tidak dapat mempercayai bahwa tidak ada satu pun orang Jawa menjadi Katolik semenjak didirikannya missi pada tahun 1808. Dulunya Jawa ini sedikit lebih maju daripada sekarang ini. Sejak tahun 1382, ketika Islam masuk, Jawa terus mengalami kemunduran. Saya dapat mengerti sekarang, mengapa Santo Fransiskus Xaverius tidak pernah menginjakkan kakinya di Jawa. Tentulah ia mendapat informasi yang amat akurat tentang penduduk di wilayah ini, termasuk Jawa. Dan Portugis yang telah berhasil menduduki beberapa tempat disini menganjurkan agar ia pergi ke Maluku, Jepang, dan Cina, karena tahu tak ada apa-apa yang bisa dibuat di Jawa. Akan tetapi, dalam pandanganku di pedalaman toh ada sesuatu yang dapat dilakukan.”


Demikianlah semangat misi Kristen untuk mengubah agama orang Jawa, dari Islam menjadi Kristen. Berbagai cara telah dan terus digunakan untuk menjalankan misi tersebut. Kaum Muslim memahami semangat kaum Kristen tersebut. Tapi, tentunya, tidak mudah bagi kaum Muslim untuk menerima begitu saja usaha kaum misionaris tersebut. Sebab, bagi orang Muslim, keimanan adalah harta yang paling berharga dalam kehidupan mereka. [Depok, 14 Muharram 1431 H/1 Januari

Gelombang Penolakan Salafy Ekstrim

Banyak laporan yang dikeluhkan umat dan gerakan Islam dengan keberadaan Salafy -- demikian mereka menjatidirikan kelompoknya. Meski di kalangan Salafy terjadi perpecahan dalam menyikapi ijtihad tertentu, namun kebanyakan umat tidak memahami peta Salafy secara utuh, sehingga cenderung men-generalisir Salafy dengan cap buruk.
Bukan sekali terjadi, benturan antara Salafy dengan gerakan Islam yang ada. Sehingga menimbulkan gelombang penolakan. Di Lippo Cikarang, kajian Salafy terpaksa diliburkan selama sebulan, karena adanya tekanan (ancaman) dari kelompok tertentu untuk membubarkan halaqah ini. Kemudian di Matraman, Jakarta, pernah terjadi penyerbuan kelompok jamaah dzikir yang dipimpin oleh seorang yang mengklaim dirinya habaib, terhadap masjid jamaah Salafy, seraya menuntut masjid itu tidak difungsikan lagi untuk penyelenggaraan shalat Jum’at. Alhasil, tuntutan itu sukses.
Gelombang penolakan juga terjadi di luar Jawa, di Lombok Barat (NTB), sudah beberapa kali terjadi perusakan fasilitas milik ”penganut” Salafy oleh warga setempat. Akibat kesalahpahaman di kedua belah pihak, warga di Dusun Mesangguk, Gapuk, Kecamatan Gerung, Lombok, menyerang jamaah Salafy dengan lemparan batu. Sebelumnya, November 2005, ribuan warga Desa Sesela menyerbu Yayasan Pondok Pesantren Ubay bin Kaab di Dusun Kebon Lauk.
Kepada Sabili, Ketua Komisi Pengkajian Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) Amin Djamaluddin mengaku bahwa Salafy pernah mendatanginya. Mereka meminta agar LPPI menjelaskan kepada masyarakat, bahwa Salafy bukanlah ajaran sesat.
Cara dakwah yang dilakukan kelompok Salafy, membuat umat Islam resah, dan mendesak MUI mengeluarkan fatwa tentang keberadaan Salafy. Sesatkah Salafy? ”Salafy bukan merupakan sekte atau aliran sesat. Salafy, tidak termasuk ke dalam 10 kriteria sesat yang telah ditetapkan oleh MUI. Demikian fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Utara tanggal 8 April 2009. Fatwa yang ditandatangani oleh Qoimuddien Thamsy (Ketua Umum MUI Jakarta Utara) dan Drs. Arif Muzakkir Manna, HI (Sekretaris Umum) tersebut, setidaknya melegakan kelompok Salafy.
Kendati Salafy bukan aliran sesat, Ketua MUI Pusat KH. Ma’ruf Amien menasihati aktivis Salafy, agar merubah cara dakwahnya menjadi lebih baik, dan memperbaiki sifat ananiyah madzhabiyah yang menganggap diri-kelompoknya paling benar dan mencela golongan lain yang menurutnya salah. ”Padahal, jika masih dalam skala ikhtilaf, tidak boleh asal menyalahkan. Berbeda dengan Ahmadiyah yang sudah jelas-jelas menyimpang, karena sudah menyangkut prinsip (akidah),” kata Kiai Ma’ruf.
Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amien mengatakan, penyerangan warga terhadap jama’ah Salafy, terjadi akibat sifat egoisme kelompok ini yang suka menyalahkan golongan lain yang berbeda pandangan. ”Kelompok ini tidak mau toleransi dengan pemahaman yang berbeda dengan mazhab mereka, sehingga menyulut kemarahan warga,” tukasnya.
MUI Nusa Tenggara Barat (NTB) juga menyatakan, kelompok Salafy tak menyimpang dari ajaran Islam. Hanya saja, penyebaran ajaran ini tidak dikemas sesuai dengan kultur agama yang dianut warga setempat. ”Akibatnya, warga menjadi tersinggung dan anarkis,” ujar Sekretaris MUI NTB Tuan Guru Haji Mahaly Fikri.

Kenapa Salafy Dikecam

Lantas, apa yang membuat kelompok Salafy dikecam? Karena kelompok Salafy kerap mencela, bahkan menista ulama besar dan gerakan Islam di luar kelompoknya. Inilah yang menimbulkan tenaga gelombang itu membesar.
Salafy acapkali mencela ulama seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha, Hasan al-Banna, Taqiyuddin An-Nabhani, Sayyid Quthb, Ahmad Yasin, ’Aidh al-Qarni, Yusuf al-Qaradhawi dan sebagainya. Sementara gerakan Islam yang diserang Salafy diantaranya: Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, FIS Al-Jazair, tak terkecuali Persis, NU, Muhammadiyah, Majelis Mujahidin, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan sebagainya.
Pelbagai tuduhan, hujatan, dan lontaran kata-kata kasar keluar dari mulut kaum Salafy. Dengan enteng, mereka memberi cap-cap (stigma) buruk dengan sebutan ahlu bid’ah, khawarij, pemberontak, ruwaibidhah (dungu), ahlu takfir, gerakan sempalan sesat, serta teroris, kepada tokoh dan gerakan Islam yang bukan kelompoknya.
Salafy punya julukan tersendiri terhadap gerakan Islam yang berseberangan dengannya. Seperti Quthbiy (penganut paham Sayyid Quthb), Sururi (penganut paham Muhammad Surur ibn Zain al-’Abidin yang menggabungkan paham Salafy dengan Ikhwanul Muslimin), dan hizbi atau hizbiyun (kelompok yang berorganisasi/partai).
Salafy yang merasa dirinya paling benar, sering menuduh tanpa bukti, berdusta atas nama para ulama dan sebagainya. Fitnah pun ditebar di tengah kaum muslimin. Pendiri al Irsyad KH Ahmad Syurkati pun tak luput dari celaan pemuda-pemuda Salafy ekstrim. Dengan sinis mereka menyebut Syurkati mufti kolonial Belanda, mengambil dana lotere untuk memperkuat lembaga.
Anehnya, ketika (ulama) Salafy dikritik gerakan Islam lain karena hujjahnya, mereka tidak rela, bahkan menyerang balik habis-habisan para pengkritiknya. Seabreg kecaman pun tertuju kepada Salafy, ketika kelompok ini anti bicara politik, tidak peka terhadap penderitaan kaum Muslimin, fanatik kepada para syaikhnya, keras menghukumi saudaranya sendiri. Sementara pemurtadan merajalela.
Maling teriak maling, khawarij teriak khawarij. Seperti itulah yang digambarkan Abu Muhammad Waskito dalam bukunya yang berjudul: ”Wajah Salafy Ekstrim: Propaganda Menyebarkan Fitnah & Permusuhan”. Sebutan Salafy ekstrim, karena di antara mereka ada yang terjerumus dalam sikap ghuluw (melampaui batas). ”Jumlah mereka mungkin tidak terlalu banyak, kekuatan mereka juga tidak besar, tetapi suara mereka sangat keras dalam mengobarkan fitnah dan permusuhan,” tulis Waskito.
Yang lebih menyakitkan adalah, di saat warga Gaza dibantai Zionis Israel, ulama Salafy asal Saudi, Syaikh Shalih Al Luhaidan melarang umat berdemo. Bahkan menyebut pendemo itu sebagai khawarij. ”Demonstrasi yang terjadi di jalanan Arab untuk membela warga Gaza termasuk membuat fasad fi Al Ardhi alias kerusakan di muka bumi,” kata Syeikh Shalih.
Sebelumnya, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani (ulama Salafy) mengeluarkan fatwa agar kaum Muslimin Palestina hijrah untuk keluar meninggalkan bumi Palestina. Fatwa ini menuai kontroversi di tengah kaum Muslimin.
Apalagi? Dengan membabibuta, Salafy ”menyerang” Ikhwanul Muslimin dengan memelesetkannya menjadi Ikhwanul Muflisin (ikhwan yang boke alias tak punya uang). Aroma ”kebencian” pada Ikhwanul Muslimin mencuat tatkala pecah Perang Teluk Babak I. Adalah DR. Rabi’ ibn Hadi al-Madkhali, yang pertama kali menyusun buku berjudul ”Matha ’in Sayyid Quthb fi Ashab al Rasul” (Tikaman-tikaman Sayyid Quthb terhadap Para Sahabat Rasul). Rabi’ al Madkhali, bahkan mengkritik habis Fi Zhilal al-Qur’an (karya Sayyid Quthb).
Mantan Panglima Laskar Jihad, Ja’far Umar Thalib juga melontarkan cacimaki terhadap Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dengan menyebutnya sebagai ’aduwullah (musuh Allah) dan Yusuf al-Quraizhi (penisbatan kepada salah satu kabilah Yahudi di Madinah, Bani Quraizhah). Ja’far dikritik gurunya sendiri, Syeikh Muqbil di Yaman, yang mengganti celaan itu terhadap Qaradhawi dengan sebutan Yusuf al-Qaradha (Yusuf Sang Penggunting Syari’at Islam). Tak hanya itu, Hasan al Banna kerap disebut pelaku bid’ah yang akan berakhir di Neraka. Sayyid Quthb disebut pembawa ajaran sesat.
Ketika dihubungi Sabili untuk mengkonfirmasi tuduhannya, Ja’far Umar Thalib menolak, seraya mengatakan via SMS: ”Saya ndak bisa wawancara dengan yang menuduh saya sebagai agen BIN atau Densus 88. Dan Sabili adalah media kampungan yang melansir gosip kelas rendahan.”

Hobi Mencela

Tak dipungkiri, banyak umat Islam di Indonesia tak memahami Salafy secara utuh. Akibatnya, umat kerap menyamaratakan Salafy dengan tuduhan-tuduhan yang ditimpakan kepadanya. Di sisi lain, umat kadang terjebak dengan penampilan kaum Salafy. Sebagai contoh, sebuah acara Todays Dialogue di Metro TV (2 September 2008), tengah membicarakan topik: ”Islam Radikal Mau Ke mana? Acara itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Ustadz Ja’far Umar Thalib, Abdul Moqsith Ghozali (tokoh JIL), dan Nasir Abas (eks anggota JI). Abdul Moqsith Ghazali dan Nasir Abas mewakili pihak yang berseberangan dengan gerakan Islam ”radikal”. Sedangkan Ja’far diharapkan Metro TV menjadi penyeimbang yang mewakili gerakan Islam radikal. Ada skenario, narasumber itu akan dikonfrontasi.
Tapi apa yang terjadi? Ja’far Umar Thalib dalam dialog itu, tidak menunjukkan sikap ”radikal” seperti yang diharapkan Metro TV. Justru sebaliknya, Ja’far dengan berbagai statemennya malah menyerang ”teman seperjuangan”. Bahkan lebih galak ketimbang dua narasumber lainnya. Apa kata Ja’far tatkala ditanya tentang kelompok-kelompok ”Islam radikal” yang ingin berjuang menegakkan syariat Islam dan negara Islam? Dengan gamblang, Ja’far yang Salafy ini mengatakan,”kelompok-kelompok itu harus diberangus sampai ke akar-akarnya.” Bukan hanya pemirsa yang terkejut, Meutia Hafidh, sang pembawa acara pun bertanya keheranan, kenapa harus diberangus?
Ja’far kembali menjawab, dulu, Khalifah Ali bin Abi Thalib memberangus khawarij. Kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara Islam disebut Ja’far sebagai Ahlul Bughot (pemberontak) karena itu wajib diberangus hingga akar-akarnya. Ja’far pun menyamakan pejuang syariat dengan khawarij. Termasuk, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang dicap Ja’far sebagai pentolan neo khawarij, penerap doktrin takfir kepada penguasa Muslim.
Terakhir, dalam sebuah dialog di televisi swasta, Ja’far dijadikan narasumber untuk bicara tentang terorisme. Ia kembali menyerang Sayyid Quthb (tokoh Ikhwanul Muslimin), dan membela Syeikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i. Ja’far mengatakan, semua bentuk radikalisme dan ekstrimisme muncul dari pemikiran Sayyid Quthb.
Yang menarik, adalah ketika terjadi perang pemikiran dalam bentuk buku. Awalnya, (alm) Imam Samudra menulis buku ”Aku Melawan Teroris!”. Seorang ustadz Salafy Abu Hamzah meresponnya dengan menulis pamflet ”Membongkar Pemikiran Sang Begawan Teroris”. Selanjutnya, muncul buku bantahan yang berjudul ”Mereka adalah Teroris! Sebuah Tinjauan Syari’at”, ditulis oleh Luqman bin Muhammad Ba’abduh, seorang ulama Salafy Yamani dari Jawa Timur dan merupakan teman seperguruan Ja’far Umar Thalib. Setelah itu, juga terbit buku ”Siapa Teroris? Siapa Khawarij? Karya Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, buku yang juga bantahan terhadap Luqman Ba’abduh (Mereka adalah Teroris).
Menurut Ustadz Abduh Zulfidar Akaha Lc, buku ”Mereka adalah Teroris!” ternyata tidak sungguh-sungguh membantah Imam Samudra. ”Imam Samudra hanya dijadikan batu loncatan saja. Karena di balik itu, ada lebih dari satu orang yang diserang, baik ulama maupun gerakan Islam. Di dalam buku Mereka adalah Teroris, Luqman Ba’abduh menyebut nama-nama ulama Ikhwanul Muslimin, seperti Hasan al-Banna, Sayyid Quthb sebagai teroris, Abdullah Azzam, pejuang Islam di Afghanistan, termasuk pula tokoh-tokoh Hamas seperti Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Ar-Rantisi dan sebagainya sebagai teroris Khawarij.” Intinya, tak ada penghormatan kelompok Salafy ekstrim terhadap ulama maupun mujahid di luar kelompoknya.

Keresahan umat Islam terhadap gerakan Salafy ekstrim di Indonesia, sebetulnya sudah muncul tatkala orang tua santri terkejut melihat putranya yang belajar di Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga, Semarang. Begitu pulang ke rumah saat liburan sekolah, anak-anak hasil didikan Ja’far Umar Thalib dan Yazid Abdul Qadir Jawwas itu, tiba-tiba mencopot gambar-gambar di dinding, membuang radio dan televisi dari rumah mereka. Sejumlah orang tua cemas akan hal ini, lantas mendatangi kantor cabang al-Irsyad di Tengaran, Semarang untuk menanyakan pola didik yang diterima anak-anak mereka. Orang tua juga menuntut cabang al Irsyad bertanggung jawab langsung terhadap pesantren, agar mengekang kecenderungan militan ini.
Diakui Ketua Umum al Irsyad al Islamiyah KH Abdullah Jaidi, ormas Islam yang paling kecolongan dengan pengaruh Salafy adalah al-Irsyad. Khawarij teriak khawarij, ahlu bid’ah teriak bid’ah pun diamini Abdullah Jaidi. Ia memberi contoh, tahun 2005, di Pekalongan, tatkala terjadi perebutan al-Irsyad, Yusuf Utsman Baisa (kelompok Tengaran) dikalahkan oleh Mahkamah Agung (MA). Meski kalah, mereka hendak menggelar rapat, tapi dilarang oleh Kapolri Sutanto ketika itu. Diam-diam, mereka tetap menggelar rapat di kediaman walikota Pekalongan. Hasil rapat memutuskan: menolak keputusan MA. Usai itu mereka berdemo di MA dan Kejaksaan Agung. ”Ini namanya apa? Jelas bughot, menentang pemerintah, menolak MA. Jadi apa yang mereka sebut bid’ah, bughot, mereka sendiri adalah pelakunya,” kata Jaidi.
Kini, penyebaran paham Salafy berkembang melalui buku-buku agama, majalah, kaset, dan situs internet untuk mereka jadikan sebagai propaganda. Buku-buku, majalah dan internet adalah media lain yang mereka gunakan. Hal ini menimbulkan gelombang yang juga tidak kecil. Melengkapi penolakan-penolakan lainnya.
Mereka disokong dana yang cukup besar dari oknum Syekh Saudi Arabia. Suatu ketika pimpinan cabang NU pernah memohon kepada Menteri Agama Maftuh Batsuni agar menyampaikan satu hal kepada Pemerintah Saudi untuk tidak membagikan buku-buku agama kepada jamaah haji di airport, yang hendak pulang ke Tanah Air. Mengingat, buku itu, bertentangan dengan pemahaman agama yang ada di daerah tertentu, sehingga membuat masyarakat bingung, bahkan berubah. Atas laporan pimpinan cabang NU ini, Menteri Agama meminta Pemerintah Saudi tidak membagi-bagikan buku-buku agama, tapi cukup Al Qur’an dan terjemahan saja.
Benarkah Salafy ekstrim tak bisa diajak berdialog? Dalam suatu seminar sehari di Pekalongan yang diadakan al Irsyad -- turut mengundang para ustadz al Irsyad di seluruh cabang Indonesia, termasuk kelompok Salafy Tengaran -- dibahas masalah-masalah yang menyangkut fatwa-fatwa dari kelompok Salafy. Ada enam permasalahan yang dibicarakan. ”Saat itu kelompok Salafy membawa dua koper berisi buku-buku. Sementara kita cuma membawa klipingan saja. Ketika baru membahas tiga masalah, mereka malah hengkang, tidak mau melanjutkan,” ungkap Abdullah Jaidi.
Tahun 1992, di Yogyakarta, Persis yang dipimpin (alm) Shiddiq Amien juga membuka ruang dialog dengan kelompok Salafy yang diwakili oleh Abdul Hakim Abdat. Apa yang terjadi, begitu terdesak dalil-dalil, mereka (Salafy) keluar meninggalkan ruangan.
Bagi masyarakat Muslim, jika ada kelompok yang suka menyalahkan, mencaci-maki —tak mesti Salafy— sudah pasti akan menghadapi gelombang penolakan. Tapi, kalau berdakwah dengan cara yang santun, masyarakat tentu akan menerimanya dengan lapang dada.

SABILI

Tahun 2009: Kemenangan mujahidin dan Kegoncangan penjajah

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Tahun (2009): Kemenangan mujahidin dan Kegoncangan penjajah

Tanggal: 29/12/2009

Tahun 2009 Masehi, adalah tahun yang penuh dengan kemenangan dan prestasi di bidang militer, politik dan media, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Itu semua adalah karena karunia Allah dan hasil dari operasi mujahidin yang sukses dan perlawanan mereka yang berani, serta kepiawaian politik seluruh staf Imarah Islam (Afghanistan).

Berbagai operasi Mujahidin dalam berbagai bentuk serangan di semua bidang, baik berupa kejutan, dan pertempur langsung, meletakkan ranjau, dan lain-lain dalam satu tahun terakhir melawan pasukan pendudukan dan budak-budaknya, semakin banyak dan semakin keras dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga musuh yang tertipu berteriak-teriak menyebarkan desas-desus tentang perdamaian dan rekonsiliasi perundingan dengan para mujahidin. Hal ini menandakan kekacauan militer dan politik bagi penjajah, dan menunjukkan titik terang dan kemenangan bagi Emirat Islam Afghanistan.

Sesungguhnya kepiawaian politik para pemimpin Emirat Islam Afghanistan, dan keahlian, dan sikapnya yang teguh berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan di setiap peristiwa dan masalah, dan serangan dari mujahidin yang terus terus menerus dan menyakitkan, telah membuat musuh dalam keadaan goncang dan ketidakstabilan yang berkepanjangan, selain itu masih haraus berhadapan dengan masalah serius di negeri mereka sendiri, dan kritik dan keberatan masyarakat bangsa mereka. Musuh tidak memiliki strategi yang matang, di satu sisi berbicara tentang mengirim lebih banyak pasukan, tetapi di sisi lain menunjukkan sikap yang tidak masuk akal dengan penarikan dari beberapa wilayah. Dan dari sisi politik dituntut untuk memikirkan cara-cara dan sarana untuk menyelesaikan problema yang kusut.
Dan juga merupakan kemenangan politik bagi kita di tahun lalu, dimana rakyat Afghan memenuhi seruan Emirat Islam untuk memboikot sandiwara pemilihan presiden, sehingga sandiwara itu gagal dipertunjukkan karena diboikot oleh rakyat dalam skala yang luas, serangan mujahidin yang telak, dan taktik mereka yang lebih terprogram daripada sebelumnya, sehingga jumlah suara yang sah sangat kurang dari yang diharapkan . Telah disepakati oleh para analis dan pembuat opini, bahwa semua itu hanya formalitas untuk melanggengkan demokrasi yang diimpor.
Dengan memandang ke tahun lalu, kita dapat mengatakan secara umum: Sebagian besar kekuatan Barat termasuk PBB, Uni Eropa terpaksa menerima Emirat Islam sebagai satu pihak, dan kekuasaan politik sebagai akibat dari perlawanan yang keras dan mencakup semua daerah di Afghanistan ada di tangan Mujahidin. Semula mereka menganggap Mujahidin Emirat Islam hanyalah sebagai profokator dan tegaknya mereka hanya bersifat ad hoc. Tapi akhirnya mereka pun mengakui kekuasaan politik mereka dalam bentuk gerakan Islam Afghanistan yang representatif.
Atas ertolongan Allah ta’ala, dan berkat upaya tak kenal lelah oleh mujahidin, maka tahun yang telah lalu merupakan tahun kemenangan, bahkan kemenangan ini berada di atas perhitungan secara militer, jika dilihat dari capaian tahun-tahun sebelumnya, di mana pasukan penjajah menderita kerugian jiwa dan material yang sangat besar. Sebelum musim semi terakhir telah terjadi berbagai perubahan-perubahan besar dalam formasi mujahidin di seluruh penjuru Afghanistan, sesuai dengan desain dari pimpinan Dewan Syura Emirat Islam, dan telah selesai bentuk rincian yanng baru. Dan juga telah dihasilkan formasi militer dan sipil dalam cara yang dini di seluruh wilayah untuk meningkatkan pengaruh terhadap front pertempuran. Dan al-hamdulillah, hal itu telah memiliki peran yang sangat besar dalam mencapai kemenangan jihad dan militer.

ونقدم الإحصائية الدقيقة والمستندة كدليل لخسائر المحتلين وعبيدهم من خلال عمليات عسكرية مهمة في القائمة التالية، حيث كانت تنشر تفاصيلها من قبل ناطقي الإمارة الإسلامية بإستمرار، وتوزع على وسائل الإعلام في حينها
Pada awal Maret tahun lalu Presiden AS Obama mengumumkan strategi baru di Afghanistan dan mengatakan ia akan mengirim ribuan pasukan tambahan ke negara ini. Menanggapi hal ini pimpinan Dewan Syura Emirat Islam mengeluarkan pernyataan pers pada 30 April tahun yang sama, yang berisikan dimulainya operasi militer di bawah sandi “an-Nushrah” di seluruh wilayah Afghanistan; Lalu mulailah operasi yang sukses dan terkoordinir terhadap pasukan musuh yang terkonsentrasi maupun yang mobile di seluruh penjuru negeri. Operasi-operasi ini membuahkan sukses besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan dami bulan, tingkat kerugian musuh baik korban jiwa maupun korban harta semakin meningkat.

Dan kami kemukakan perhitungan kerugian pihak penjajah dan budak-budak mereka sebagai akibat dari operasi militer, berdasarkan data statistik yang akurat, dalam daftar berikut, di mana rinciannya telah dipublikasikan secara oleh juru bicara Emirat Islam secara terus menerus dan didistribusikan kepada media pada waktu yang tepat.
Bentuk kerugian: jumlah global
Penjajah tewas dan terluka tentara – 5.587
Tentara Lokal tewas – 7.254
Tentara Lokal yang terluka – 2069
Mobil dan kendaraan militer dari musuh hancur- 3.667
Pesawat terbang yang dirontokkan- 44
Mujahidin yang syahid dan terluka – 540
Sangat disesalkan, keberhasilan ini diiringi dengan terbunuhnya dan terlukainya ratusan warga sipil Afghanistan, dan hancurnya rumah dan lahan pertanian sepanjang tahun ini di berbagai bagian negara karena serangan udara yang serampangan, atau jiga karena serbuan terbuka yang dilancarkan secara brutal oleh penjajah, misalnya kami sebutkan dua insiden yang memilukan, yakni insiden Balabluk di wilayah Farah, dan insiden Gahar Durh di wilayah Kunduz. Dari dua insiden tersebut telah menewaskan dan melukai lebih dari 500 warga yang paling tak berdosa. Setiap terjadi sebuah insiden yang memilukan Emirat Islam Afghanistan selalu mengungkapkan bela sungkawa kepada keluarga para martir dan yang terluka pada waktu itu, dan sesekali mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban dan berdo’a kepada Allah agar mereka dikaruniai sorga yang penuh dengan kenikmatan, dan bagi keluarga yang ditinggalkan semoga dikaruniai kesabaran dan pahala yang besar, dan kepada mereka yang terluka semoga lekas sembuh.
Emirat Islam Afghanistan dengan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan menggunakan segala kemampuan, metode peperangan dan taktik yang dikembangkan untuk melawan pasukan penjajah internasional akan memaksa Gedung Putih dan Brussels serta para pecinta perang untuk keluar dari bumi Afghanistan pada tahun 2010, in sya Allah.

Emirat Islam Afghanistan

Situs Emirat Islam Afganistan, yang kini beroperasi di Internet
Situs (Shahamat) : www.shahamat1.org
Situs (Shoutul Jihad) : www.alemarah.info
Situs (majalah ash-Shumud) : www.alsomod.org

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Jika dikatakan kepada mereka janganlah membuat kerusakan di muka bumi, mereka berkata kami hanyalah melakukan perbaikan
أَلَا إِنَّهُمْ هُمْ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merusak tetapi mereka tidak menyadari
(al-Baqarah:11-12)

Informasi: juru bicara resmi Emirat Islam Afghanistan – Taliban
Qari Muhammad Yussuf (Ahmadi)
untuk wilayah Barat Laut dan Barat Daya
Tel: 008821621346341
Mobile: 0093700886853-0093707163424
Zabihullah (Mujahid)
Untuk wilayah Tenggara dan Timur Laut
Tel: 008821621360585
Mobile: 0093799169794-0093707010740

Dan Allah Akbar dan Kemuliaan bagi Allah dan Rasul-Nya dan orang mukmin
Komite Media Emirat Islam Afghanistan – Taliban