Senin, 07 Desember 2009




“ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)

Pengalamanku Betemu Syekh Usamah bin Ladin



Inilah kisah seorang ikhwan yang berjihad di bumi Afghanistan dan mendapatkan kesempatan langka bertemu langsung dan bertatap muka dengan Syekh Usamah bin Ladin. Seperti apa Syekh Usamah bin Ladin ketika berada di bumi jihad ? Bagaimana akhlak dan perilaku beliau ? Berikut penuturannya...!



Di Medan Pertempuran

Ada beberapa jabhah (front) yang pernah saya terjuni dan adapula beberapa kali operasi perang yang saya ikuti, tetapi rasanya tidak ada faedahnya sama sekali jika saya ceritakan disini, terutama bagi saya sendiri.

Saya disini hanya akan menceritakan sedikit kenangan manis saya, semasa di Front Joji Paktia Afghanistan, terutama perjumpaanku dan perkenalanku dengan Asy-Syekh Usamah bin Ladin rhm pada sekitar pertengahan tahun 1987.

Joji adalah suatu tempat pegunungan atau perbukitan yang letaknya di wilayah Paktia, wilayah bagian selatan Afghanistan, perbatasan dengan wilayah Pakistan tempatnya sangat indah dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi karena dipenuhi dengan pepohonan sejenis cemara atau pinus, sedang di tempat lain hanya terlihat bebatuan belaka, tempatnya sangat dingin lagi sejuk, jika datang musim dingin saljunya tinggi bisa mencapai dua meter atau lebih.

Pegunungan dan perbukitan ini sangat strategis baik untuk pertahanan maupun penyerangan bagi kedua belah pihak baik bagi mujahidin maupun bagi pasukan kafir komunis Rusia.

Strategis bagi mujahidin karena ia merupakan pintu masuk utama untuk pengiriman logistik, amunisi, pasukan dan sebagainya dan sangat strategis untuk penyerangan sebab tempatnya tinggi, sangat membantu para mujahidin untuk menyerang tempat-tempat di sekitarnya yang belum dikuasai baik dengan pasukan infantri maupun artilerinya.

Adapun bagi tentara kafir komunis Rusia, tempat ini sangat berharga lagi mahal, mereka siap membeli tempat ini seandainya dijual dengan berapapun bayarannya, sebab dengan menguasai Joji, akan dapat mengunci mati pergerakan mujahidin di daerah ini, dengan kata lain, mujahidin tidak bisa memasuki wilayah Afghan, jika hendak memasuki akan dengan mudah disekat dan dipatahkan, maka dengan terpaksa mujahidin akan meletakkan basenya di daerah wilayah Pakistan.

Jika para mujahidin tidak dapat memasuki wialyah Afghanistan, maka mereka tidak dapat melancarkan serangan, khususnya dengan senjata-senjata Artilery, sebab serangan tidak mungkin dilancarkan dari negeri tetangga, sebab ketika itu tentunya sangat sensitif sekali disamping menjaga hubungan saudara sesama muslim dengan Pakistan terutama dengan Almarhum Dhiya-Ul-Haq selaku Presiden Pakistan pada saat itu dan pada saat itu boleh dikata beliau adalah bapak asuh para Mujahidin.

Karena begitu strategisnya Joji bagi kedua belah pihak yang sedang bertempur, maka tempat ini sering sekali menjadi ajang pertempuran baik daratnya maupun udaranya, hingga dikuasai oleh mujahidin sepenuhnya dan menjadi aman dari serangan musuh karena tempat-tempat lain di sekitarnya telah dapat ditaklukan semuanya kalau tidak salah pada akhir 1987 atau awal 1988-an.

Di medan Joji juga terkenal dengan bunker-bunkernya (rumah bawah tanah) hampir seluruh mujahidin yang berada di front tersebut, camp mereka berada di dalam tanah, ada satu terowongan raksasa di bawah gunung yang dibuat oleh Mujahidin yang mana ribuan senjata bisa masuk bahkan berpuluh-puluh kendaraan berat bisa sampai di dalamnya.

Bertemu Syekh Usamah bin Ladin

Ikhwah mujahidin Arab mencatat sejarah rekor yang gemilang dalam peperangan Afghanistan dari melawan tentara kafir beruang merah dan bonekanya, kemudian memerangi kaum bughot dan munafikin hingga perang melawan tentara Salibis kafir yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Sungguh jasa mereka besar sekali dalam membangun jabhah (front pertempuran) dan pertahanan di Joji, mereka membuat bunker-bunker dan trenche-trenche (parit perlindungan), bekerjasama dengan tandzhim-tandzhim Mujahidin Afghanistan terutama dengan Ittihad Al-Islamyyah yang dipimpin oleh Asy-Syekh AbdurRabbi Rasul Sayyaf pada saat itu, mereka tidak hanya berjasa dalam menyediakan fasilitas bahkan dalam setiap penyerangan ditempat tersebut, merekalah yang menjadi ujung tombaknya.

Hampir setiap petahanan terdepan Joji yang berdekatan dengan musuh diduduki oleh Ikhwah Arab ada satu-dua camp yang diduduki oleh mujahidin Afghanistan termasuk dari tandzhim Hizbul Islam pimpinan Al-Muhandis Ghulbuddin Hikmatyar, mereka berhasil menggali trenches dan membuat bunker di daerah paling depan yang menjorok ke daerah musuh, di daerah dan tempat ini mereka namakan "Ma'sadah" (tempat berkumpulnya para singa), maksudnya tempat berkumpulnya para mujahidin yang senantiasa siap menerkam dan mengganyang musuh-musuhnya, di tempat inilah Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz berada, beliau adalah komandan umum bagi seluruh mujahidin Arab yang ada di tempat itu, beliaulah yang memimpin pertempuran secara langsung.

Di ma'sadah inilah saya diperkenalkan oleh Allah swt dengan beliau yaitu di sebuah bunker bawah tanah yang tertutup dengan salju yang sangat tebal dalam keadaan gelap gulita hanya ada pelita kecil yang menyinarinya.

Semula saya tidak menyangka sama sekali kalau beliau itu Asy-Syekh Usamah bin Ladin, karena sebelumnya saya belum mengenali secara pasti atau dari dekat, memang saya pernah melihat sekilas saja lagi pula hanya dari kejauhan, disamping itu saya tidak mendengar seorangpun dari ikhwah Arab yang memanggil beliau dengan namanya pada saat itu, semuanya memanggil dengan nama Kuniyah yaitu : Abu Abdullah, sedangkan pada begitu banyaknya nama kuniyah dengan nama depan Abu, termasuk Abu Abdullah.

Tetapi alhamdulillah ada salah seorang mujahid Arab pelan-pelan membisikkan di telinga saya, katanya : "Ta'rif Anta ya Akhi?" (Kenalkah anda wahai saudaraku?), sayapun bertanya kembali, "Maaza?" (Apa?), Akhi itu mengatakan, "Haaza...Huwa Asy-Syekh Usamah Ibnu Ladin." Saya ketika itu merasa kurang percaya, lalu akh tersebut menambahkan "Uqsimu Billah" (Saya bersumpah demi Allah), begitulah kebiasaan orang Arab untuk mempercayai apa yang disampaikan.

Dengan informasi ini saya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan peluang yang berharga ini, sayapun mulai memperkenalkan nama kuniah saya kepada beliau dengan tambahan ucapan-ucapan yang bersifat familier seperti : "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?" (bagaimana keadaanmu, kesehatanmu, berita-beritamu), maka beliaupun menanggapi dengan senyum dan pandangan matanya yang khas sambil bertanya juga, "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?

Hanya sebatas inilah perkenalanku dengan beliau, memang begitulah adab-adab perkenalan yang biasa dilakukan oleh mujahidin, masing-masing menjaga kerahasiaan satu dengan yang lain, sehingga satu sama lain saling tidak mengenali berasal dari negara mana ia datang, paling-paling sebatas terka-menerka, kecuali orang-orang tertentu saja yang mengetahui, jadi tidak ada seorang mujahidpun yang menyibukkan diri dengan bertanya, misalnya, Anda dari mana?, dengan siapa? Naik apa? dan lain sebagainya.

Biasanya orang yang menyibukkan diri dengan hal ini adalah para intel yang ditugaskan meskipun tidak semuanya, ada juga yang karena kebiasaan dan pembawaan sehingga sukar merubahnya, biasanya kalau ternyata dia seorang intel atau munafikin yang ditugaskan, pasti tidak betah untuk tinggal lama berada di Front bahkan ada juga yang baru satu atau dua hari, karena serangan bom musuh yang bertubi-tubi dia seperti cacing kepanasan ingin kembali ke negerinya atau ke tempat yang aman, bahkan ada yang akhirnya mengaku bahwa sebenarnya dirinya itu adalah seorang intel sembari merajuk dengan penuh kehinaan.

Dari masa-ke masa dari waktu-ke waktu dari hari-kehari saya dengan diam-diam memperhatikan kepribadian beliau sebab pada saat itu saya punya satu keyakinan bahwa Allah swt telah memberkati umur saya dengan dipertemukan bersama sosok hamba Allah yang memiliki keutamaan, dengan kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya.

Jika melihat beliau seolah-olah saya dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi saw, yaitu Utsman bin Affan r.a atau Abdurrahman bin Auf, r.a karena pada beliau-beliau r.a ada salah satu sifat yang menyamainya, yaitu terjun ke medan perang dengan harta dan jiwanya.

Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz, sebagaimana yang telah dimaklumi umum bahwa beliau adalah seseorang yang boleh dikatakan bukan hanya sebagai millioner saja tetapi billioner atau lebih dari itu, namun beliau tidak menggunakan kekayaannya seperti kebiasaan orang kaya menggunakan hartanya, malah beliau terjun ke medan perang dnegan harta dan jiwanya dan siap hidup zuhud di medan perang sebagaimana mujahidin yang lain, maka ketika itu bisikan hati saya mengatakan orang seperti ini bukan mansuia sembarangan belum tentu dalam jutaan manusia ada satu orang dan sayapun hingga hari ini belum menemukan orang yang menyamainya.

Memang ada satu tabiat pada diri saya mudah-mudahan tabiat ini baik menurut Allah swt yaitu, saya dengan hamba allah yang punya kelebihan dan keutamaan, khususnya dalam urusan dien, meskipun orang tersebut dalam pandangan orang lain tidak ada kedudukan apa-apa bahkan dipandang remeh, sebab sangat sulit untuk mencari seseorang yang mempunyai satu kelebihan kemudian dengan kelebihannya itu berperan penting dalam suatu program yang sesuai sehinga dengan kehadirannya menambah kemajuan besar bagi Isalm dan kaum muslimin.

Rasulullah saw bersabda :

"Manusia itu bagaikan unta, dalam seratus unta anda tidak mendapati satu ekorpun darinya yang bisa dijadikan tunggangan yang baik."

Maka kalau kita perhatikan sepanjang sejarah perjalanan manusia sebenarnya tidak banyak orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt. Manusia yang dipilih menjadi Rasul-Nya hanya 25 orang saja, Ash-Shodiqin, Asy-Syuhada', Ash-Sholihihnnyapun terbatas jika dibandingkan dengan jumlah mayoritasnya.

Ulama' fuqoha', pakar-pakar tafsir (mufassirin) dari zaman sahabat r.a, hingga tabi'ut-tabi'in pun sangat terbatas, perawi-perawi hadits khususnya yang bertitel mukhorrij hanya beberapa orang saja, tidak sampai seratus jumlahnya.

Di Sanalah Syekh Usamah (Berada)


Dunia media baru-baru ini dikejutkan dengan pernyataan bekas tahanan Taliban, sebagaimana dikutip BBC. Tahanan itu mengklaim pernah bertemu Syekh Usamah bin Ladin beberapa kali sebelum peristiwa WTC, 9 September 2001. Tidak hanya itu, tahanan ini pun mengatakan baru saja melakukan pertemuan dengan Syekh Usamah sekitar bulan Januari atau Februari tahun 2009, dan dia dapat mengatur jadwal pertemuan dengannya.

Peryataan ini tentu membuat seluruh komunitas intelijen Barat, CIA dan M16 terheran-heran dan kecewa. Maklum, lebih dari 7 tahun terakhir ini mereka lelah mencari informasi untuk mengetahui keberadaan Syekh Usamah bin Ladin dan belum pernah mendapatkan informasi seperti ini. Lalu, di manakah Syekh Usamah berada ?

'Mukjizat' di Tora Bora

Masih hidupkah Syekh Usamah bin Ladin ? Di manakah dia berada ? jawaban atas dua pertanyaan tersebut ditunggu-tunggu oleh hampir seluruh orang, terutama mereka yang menyangsikan keberadaan beliau. Kisah pengepungan beliau di pegunungan Tora Bora pada tahun 2001 pasca serangan WTC juga belum banyak diketahui, meskipun akhirnya Syekh Usamah sendiri yang mengeluarkan peryataan bagaimana dia dan para sahabatnya berhasil lolos dalam serangan mematikan Amerika dan sekutu-sekutunya tersebut.

Pegunungan Tora Bora, Afghanistan, 20 Rojab 1422 H bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 2001 M. Lusinan pesawat tempur Amerika meraung-raung dan memuntahkan timah panas ke parit-parit di sekitar pegunungan Tora Bora. Tidak hanya itu saja, pesawat jenis B 52 dan C 130 itu pun menghujani pegunungan yang wilayahnya tidak lebih dari satu mil persegi tersebut dengan smart bom (bom cerdas), bom-bom cluster dan juga bom-bom pembakar gua. Mereka ingin membumi hanguskan tempat yang kecil ini dan memusnahkannya dari muka bumi. Para pemimpin Amerika yakin akan keberadaan Syekh Usamah bin Ladin di tempat tersebut. Siang dan malam tidak berlalu kecuali ada pesawat tempur yang melintas dengan bombardir dahsyat setiap menitnya. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan Ramadhan.

Sementara itu, Syekh Usamah bin Ladin, bersama sahabat setianya Syekh Ayman Az-Zawahiri, dan sekitar 300-an mujahid terus bertahan dengan hanya berharap ridho dan pertolongan Allah swt dari serangan dan bombardir Amerika yang tiada habisnya. Dengan suhu 10 derajad di bawah nol mereka menggali khondaq (parit) sebanyak seratus buah, dengan rata-rata satu khondaq untuk berlindung 3 mujahid di area yang tidak lebih dari satu mil persegi. Mereka melakukan hal itu untuk menghindari lebih banyak korban yang jatuh akibat bombardir pasukan Amerika. Satu pesawat bisa melintas lebih dari 2 jam, dan satu kali tembakan berisi 20 sampai 30 bom.

Namun, Alhamdulillah. Meski bombardir yang begitu dahsyat dan propaganda pers yang menakutkan, yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap sebuah tempat yang kecil lagi terkepung dari berbagai penjuru ini ditambah lagi dengan tentara munafiqin yang dibayar untuk berperang selama setengah bulan terus-menerus oleh Amerika, teryata dapat dikalahkan oleh pasukan Syekh Usamah bin Ladin. Subhanallah.

Bahkan, atas karunia Allah, Syekh Usamah bin Ladin dan mujahidin di sana tetap mampu bertahan dan balas menyerang, sehingga mampu memulangkan pasukan Amerika dengan kekalahan sekaligus mereka membawa mayat-mayat dan orang-orang yang terluka dari pasukannya. Hal ini membuat pasukan Amerika tidak berani lagi memasuki tempat Syekh Usamah, pegunungan Tora Bora.

Sejarah mencatat berakhirnya pertempuran terdahsyat abad ini antara persekutuan jahat dunia dengan segala kekuatannya melawan sekelompok kecil mujahidin yang berdiri di atas kebenaran, yakni melawan hanya 300 mujahid yang berada dalam khondaq mereka . Hasil pertempuran itu telak dimenangkan oleh Ahlul Iman, Syekh Usamah bin Ladin dengan pasukannya, dimana korban personal kira-kira enam persen dari mujahidin, dan kerugian pada khondaq hanya dua persen, Alhamdulillah.

Syekh Usamah bin Ladin, Masih Hidup ?

Kisah heroik di pegunungan Tora Bora bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Bahkan itu menjadi titik balik perjuangan panjang Syekh Usamah bin Ladin dengan Al-Qa'edanya yang sebelumnya telah disangka 'tamat' oleh AS dan sekutunya. Peristiwa Tora Bora adalah fakta dan bukti kongkrit bahwa Syekh Usamah bin Ladin masih hidup, hingga saat ini.

Namun, dimanakah beliau berada ? Memang, sangat sulit untuk memastikan keberadaan beliau yang kepalanya dihargai US $ 50 juta oleh pemerintah Amerika. Mantan tahanan Taliban yang diwawancarai BBC tersebut mengatakan bahwa informannya yang berasal dari suku Mehsud bertanggung jawab mengatur operasi Al Qaeda. "Sang Syekh tidak tinggal di satu tempat. Orang itu berasal dari Ghazni, jadi saya kira disanalah syekh berada," jelasnya.

Propinsi Ghazni berada di timur Afghanistan, yang merupakan basis terkuat Taliban. Sebagian besar wilayah itu terjaga dari serangan pasukan koalisi asing maupun pasukan murtad Afghanistan. Dari sanalah Syekh Usamah bin Ladin membangun kembali kekuatan Al Qaeda yang sempat porak poranda dibombardir di Pegunungan Tora Bora.

Dinas intelijen AS dan para analis menilai Al-Qa'eda pimpinan Usamah bin Ladin telah menggalang kekuatan dan semakin kuat. Bahkan dalam sebuah rekaman terbaru, Usamah memberikan pesan berisi seruan untuk melancarkan serangan baru. PJ Crowley, analis keamanan dari Pusat Kemajuan Amerika berpendapat bahwa Irak merupakan berkah bagi Al-Qa'eda karena AS menangkap umpan mereka.

Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Mike German, mantan agen antiterorisme FBI. Dia mengungkapkan, perang Irak memberi kemudahan bagi Al-Qa'eda untuk membunuh warga AS melalui afiliasinya di Irak. Sementara itu Thomas Kean dan Lee Hamilton dari Washington Post berpendapat : "Tidak ada konflik yang butuh paling banyak waktu, perhatian, korban jiwa, dana, dan dukungan selain perang di Irak. Ini menjadi alat rekrutmen dan pelatihan yang kuat bagi Al Qa'eda,".

Menurut penilaian analis dan beberapa sumber, jaringan Al-Qa'eda yang dipimpin Usamah dalam tujuh tahun sejak serangan 11 September telah membangun markas besar baru di wilayah terpencil di Pakistan. Kawasan pegunungan yang dihuni oleh kelompok suku Pashtun merupakan tujuan pertama ketika pejuang Al-Qa'eda menyelamatkan diri dari serbuan AS yang menggulingkan Taliban di Afghanistan pada 2001 lalu.

Rohan Gunaratna, penulis Inside Al-Qa'eda dan pakar terorisme menyatakan bahwa : "Wilayah suku sudah menjadi markas global pergerakan Al-Qa'eda. Di sana menjadi tempat latihan, perencanaan, dan persiapan serangan terhadap sasaran yang berbau Barat,". Beberapa sumber mengatakan, meskipun keberadaan Usamah hingga sekarang belum diketahui, mereka menyaksikan anak dan calon penerus Usamah, Hamza, baru-baru ini datang ke wilayah suku Pashtun tersebut.

"Tidak ada seorang pun yang tahu dimana Usamah bin Ladin. Dua setengah tahun lalu, dia berada di Provinsi Kunar, Afghanistan. Namun sekarang kami tidak tahu di mana dia," kata seorang milisi. Menangkap Usamah merupakan prioritas AS, bahkan mereka menghargai kepala Usamah sebesar US $ 50 juta.

Sementara itu, Pakistan tegas membantah Usamah berada di wilayahnya. Perdana Menteri Pakistan, Yusuf Raza Gilana, Kamis (3/12), menyatakan, pemerintahannya menindak keras segala pemberontakan Al Qaeda. "Saya meragukan informasi bahwa Usamah bersembunyi di Pakistan," kata Gilani dalam jumpa pers bersama PM Inggris, Gordon Brown, di London.

Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi, mengamini peryataan tersebut, dan mengaku tidak mengetahui di mana Usamah berada, dan apakah masih hidup. "Tak seorangpun mengetahui keberadaannya. Jika Anda mempunyai informasi, kami akan menyukainya, " lanjutnya kepada radio BBC.

Sementara itu, Bruce Riedel, mantan analis Badan Intelijen AS (CIA) menilai dan berpendapat bahwa Syekh Usamah masih hidup. "Kami tahu Usamah masih hidup. Kami tahu dia bersembunyi di suatu tempat yang sulit dijangkau di perbatasan Pakistan dan Afghanistan."

Syekh Usamah : Perjuangan Hingga Akhir

Sebagaimana dikutip dari buku "In The Heart of Al Qaeda" (Ar Rahmah Media, 2008) Syekh Usamah Bin Ladin selalu mengulang pernyataan bahwa beliau tidak ingin tertangkap hidup. Amerika telah mengeluarkan miliaran dollar dan kehilangan ribuan tentara untuk menangkap Syekh Usamah Bin Ladin dengan menghancurkan Al Qaeda. Tapi dari hari ke hari Syekh Usamah Bin Ladin dan Syekh Aiman Al Zawahiri menunjukkan kemenangan politik dan propaganda Al Qaeda.

Tak seorangpun sungguh-sungguh mengetahui dimana kedua pria tersebut bersembunyi, hanya sekedar teori yang beredar. Sebagian percaya bahwa keduanya selalu berpindah lokasi dari satu suku ke suku lain di perbatasan Afghan-Pakistan yang terbentang sekitar 1.500 mil. Wilayah ini diluar wilayah hukum Pakistan yang memandangnya sebagai "Pahlawan Mujahid" yang berperang untuk membebaskan Afghanistan dan telah menyerahkan kekayaan dan kenyamanan hidup bagi saudara-saudara seiman yang berperang melawan musuh-musuh Islam.

Jendral Asad Durrani, kepala Badan Intelijin Pakistan menyakini bahwa kota besar adalah tempat terbaik bagi Syekh Usaman Bin Ladin untuk bersembunyi. Kota-kota seperti Karachi, Faisalabad, Peshawar, Quetta dan Rawalpindi adalah tempat persembunyian yang baik dan melahirkan tokoh-tokoh kunci Al Qaeda.

Dikatakan oleh orang dekat Syekh Usamah Bin Ladin bahwa beliau tinggal di rumah yang sama dengan Abu Zubaydah yang tertanggap di Faisalabad pada bulan Maret 2002. Sumber tersebut mengatakan bahwa Syekh Usamah Bin Ladin meninggalkan rumah tersebut tiga hari sebelum penyergapan terjadi. Penyergapan dilakukan pasukan gabungan Amerika-Pakistan.

Ketika Syekh Usamah mengirimkan rekaman audio-tape bulan terakhir ini, beliau tidak memberi indikasi dimana beliau bersembunyi. Statemen beliau menunjukkan bahwa beliau beserta Syekh Aiman Al Zawahiri berada di tempat yang nyaman dan aman, dan dapat mengikuti perkembangan politik jazirah Arab dan seluruh dunia.

Syekh Usamah mengatakan bahwa sejak kembali ke Afghanistan setelah di deportasi dari Sudan, beliau tidak lagi menggunakan peralatan modern untuk berkomunikasi seperti HP ataupun telpon satelit serta Internet maupun e-mail. Beliau memilih berkomunikasi dengan tulisan tangan yang diantar oleh kurir. Beliau mendapat seluruh berita terbaru dari kurir yang mendownload dan mengkopi dari kafe Internet

Syekh Usamah dan Syekh Aiman Al Zawahiri sangat sulit dilacak karena kecerdikannya. Mereka membuat sistem keamanan mereka sendiri. Beliau selalu dikawal seorang bodyguard dan sekelompok kecil pasukan kepercayaan. Indikasi kesuksesan beliau dalam membuat sistem keamanan adalah bahwa persembunyian dua istri dan hampir dua puluh putra-putrinya di Afghan pun tak pernah di ketahui. Begitu juga keberadaan keluarga Syekh Aiman Al Zawahiri, tak seorangpun tahu.

Syekh Usamah Bin Ladin dan Syekh Aiman Al Zawahiri berpindah-pindah di wilayah yang penduduknya mendukung Al Qaeda dan pengikutnya bersedia mati demi membela beliau. Hal ini berbeda dengan Saddam Hussein yang arogan, ceroboh dan bergerak di wilayah yang sama. Meskipun dalam pelarian Saddam masih berlagak seperti penguasa. Saddam mengunjungi beberapa kepala suku dan berhubungan dengan pengikut-pengikut yang berkhianat dan bodyguard yang tidak setia. Padahal di sana ada 14.000 personil dari tentara Amerika dan tiga perempat dari penduduk Irak melawannya.

Sepertinya, hidup atau mati, Syekh Usamah Bin Ladin akan selalu menjadi masalah bagi Amerika. Jika dia tertangkap hidup-hidup, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana menurut beliau, akan menjadikan beliau syahid dan harus lewat operasi berdarah. Membunuh beliau hanya akan menjadikan beliau pahlawan dan menambah kebencian kaum muslimin, khususnya di daerah pendudukan dan para pendukung Al Qaeda, terhadap AS. Kematian Syekh Usamah Bin Ladin tidak akan merubah kekuatan Al Qaeda, sebagaimana kematian Syekh Abu Musab Al Zarqawi yang tidak berpengaruh pada kondisi Al Qaeda.

Pola-pola serangan terbaru Al Qaeda menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki kehidupan dan kekuatannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemimpin atau sosok tertentu dalam organisasi. Hanya Ideologi Islam semata yang menjadikan gerakan ini semakin solid, semakin kuat dan mampu berjuang setelah kematian pemimpinnya sekalipun. Jadi, hidup atau mati, Syekh Usamah Bin ladin tetap menjadi figur panutan dan inspirasi bagi organisasi Al Qaeda.

Wallahu'alam bis showab!

“Keteladanan Imam Hanafy dalam Soal Jabatan”

Di tengah carut-marutnya dunia hukum dan kepemimpinan di negeri kita, ada baiknya kita menengok kembali kisah kehidupan Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafy, seorang ulama besar, yang sangat terkenal ketinggian ilmu dan akhlaknya. Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada 80 Hijriah (699 M) dan wafat pada tahun 150 Hijriah (767 M), tepat saat Imam al-Syafii lahir. Sering dikatakan, Imam yang satu pergi, datang Imam yang lain. Nama asli beliau sejak kecil adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Mah.

Sejak kecil, Imam Abu Hanifah hidup di tengah keluarga pedagang. Setelah dikenal sebagai seorang yang alim sekali pun, dia juga menjalankan perniagaan. Kehidupan Imam Hanafy pada masa hidupnya mengetahui peristiwa pergantian Kepala Negara dari tangan banu Umayyah ke tangan banu Abbasiyah. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan; kemudian ketika tahun 127 Hijriah, Kepala Negara jatuh di tangan Marwan bin Muhammad Al-Ja’dy (dari Banu Umayyah yang ke 14). Dan inilah akhir pemerintahan Banu Umayyah.

Ketika itu, Gubernur di Iraq selaku wakil Kepala Negara dijabat oleh Yazid bin Amr bin Hurairah Al Fazzary. Selaku Gubernur, ia berhak mengangkat seseorang yang di pilihya untuk menjabat suatu jabatan tinggi di bawah kekuasaannya. Pada suatu saat Imam Hanafy telah dipilih dan ditunjuk menjadi Kepala Urusan Perbendaharaan Negara (Baiitul-Mal). Tetapi pengangkatan itu ditolak oleh Abu Hanifah. Sampai berulang-kali Gubernur Yazid menawarkan pangkat yang tinggi itu kepada beliau, namun tetap ditolak.

Pada lain saat, Gubernur Yazid menawarkan lagi pangkat Qadli (penghulu negara) kepada Imam Hanafy. Tetapi beliau bersikap menolak tawaran itu. Melihat sikap Imam Hanafy, Gubernur mulai tidak senang. Mulailah muncul kecurigaan terhadap Sang Imam. Gerak-geriknya mulai diamati. Kemudian pada suatu hari, Sang Imam mulai diancam hukum cambuk dan penjara oleh penguasa. Tetapi sewaktu mendengar ancaman tersebut,

Sang Imam hanya menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekali pun–andai kata-aku sampai di bunuh olehnya.”

Suatu hari, Gubernur Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq dan dikumpulkan di muka istananya. Di antara yang datang, ada Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubramah, Dawud bin Abi Hind dan lain-lainnya. Mereka masing-masing lalu di beri pangkat (kedudukan) resmi oleh Gubernur. Tapi, Imam Hanafy tidak datang. Padahal, Sang Imam diberi jabatan tinggi, sebagai kepala “Tata Usaha” Gubernuran yang bertugas menandatangani semua surat-surat resmi yang keluar dan yang bertanggung jawab atas uang perbendaharaan negara yang di keluarkan dari Gubernuran. Semua surat resmi tidak akan dapat dilangsungkan keluar jika belum distempel (cap) dari tanda tangan beliau, dan uang dari perbendaharaan Negara (Baitul-Mal) tidak akan mungkin dikeluarkan sepeser pun, jika belum di tanda tangani (distempel) oleh beliau. Tetapi jabatan yang sepenting dan setinggi itu, tidak diterima oleh Imam Abu Hanifah.

Gubernur Yazid bersumpah: “Jika Abu Hanifah tidak sudi menerima angkatan ini, niscaya akan dipukul dia.” Para ulama yang mendengar sumpah Gubernur itu, lalu datang berduyun-duyun kepada Imam Hanafy untuk menyampaikan harapan mereka, supaya beliau bersedia menerima jabatan yang diberikan itu. Tapi, Sang Imam tetap kokoh dengan pendiriannya. Beliau tetap bersikeras menolak pengangkatan dari Gubernur itu. Akhirnya, sang Imam ditangkap dan dipenjara oleh polisi negara selama dua Jumat (dua minggu) dengan tidak dipukul. Kemudian – sesudah dua Jumat –baru dipukul/ di dera empat belas kali. Sesudah itu baru dibebaskan. Dalam riwayat lain dikatakan, suatu saat Imam Hanafy diangkat lagi oleh Gubernur Yazid bin Hurairah menjadi Qadli (Hakim) negeri di kota Kufah. Ttetapi dengan bersikeras ia tetap menolak. Karena itulah, ia ditangkap lagi dan dijebloskan ke dalam penjara.

Di dalam penjara -- karena ia tetap menolak pengangkatan itu – maka ia dijatuhi hukuman 110 kali cambuk. Hukuman itu dicicil, tiap hari 10 kali cambukan. Akhirnya, sang Imam dilepaskan kembali dari penjara sesudah merasakan 110 kali cambuk. Seketika keluar dari penjara, tampak kelihatan mukanya bengkak-bengkak, akibat bekas cambukan. Mengalami semua hukuman itu, Imam Hanafy hanya berucap: “Hukuman dunia dengan cemeti itu lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada cemeti di akhirat nanti.”

Ujian kedua kepada Sang Imam datang pada tahun 136 Hijriah, dimasa Kepala Negara dijabat oleh Abu Ja’far Al-Manshur, saudara muda dari Abul Abbas As-Saffah, pendiri Bani Abbasiyah. Ketika itu Imam Hanafy berumur sekitar 56 tahun. Beliau dikenal sebagai orang besar yang gagah berani, ahli fikir yang hebat dalam memecahkan soal-soal yang bertalian dengan hukum-hukum agama.

Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy mendapat panggilan dari baginda Al-Manshur di Baghdad. Sesampai di sana, ternyata sang Imam diangkat menjadi Hakim (Qadli) Kerajaan di Baghdad. Tawaran jabatan yang setinggi itu oleh beliau ditolak. Maka, Al-Manshur bersumpah dengan keras, bahwa ia harus menerima jabatan itu. Imam Hanafy pun juga bersumpah, tidak akan sanggup memegang jabatan itu. Sumpah itu terjadi berulang kali, sehingga seorang pegawai kerajaan mendekati Sang Imam dan berujar: “Apakah guru tetap menolak kehendak baginda, padahal baginda telah bersumpah akan memberikan kedudukan kepada guru?.”

Imam Hanafy dengan tegas menyatakan : “Amirul mu’minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar kifarat sumpah saya.”

Oleh karena Imam Hanafy tetap menolak jabatan dari Kepala Negara, maka ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad, sampai masa yang telah ditentukan oleh Kepala Negara. Perlu dijelaskan, bahwa pada masa itu ulama yang terkemuka di Kufah, ada tiga orang dan antara mereka itu ialah Imam Ibnu Abi Laila.

Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy dikeluarkan dari penjara, karena mendapat panggilan dari baginda Al-Manshur. Baginda menyerahkan jabatan Qadli (Hakim) negara kepada Abu Hanifah. Tetapi, lagi-lagi ia tetap menolaknya. Baginda lalu kepada: “Adakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?.”

Sang Imam menjawab: “Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu’minin! Wahai Amirul Mu’minin, takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang boleh dipercaya di waktu tenang, maka bagaimana saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang sedemikian itu!.”

Baginda berkata: “Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!.”

Imam menjawab: “Ya Amirul mu’minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang Hakim yang pendusta? Di samping itu, saya ini adalah seorang maula yang dipandang rendah oleh bangsa Arab, dan bangsa Arab tidak akan rela diadili oleh seorang golongan maula seperti saya ini.” Karena tetap menolak, sang Imam dijebloskan kembali ke dalam penjara.

Ada riwayat yang menyebutkan, Abu Ja’far Al Manshur memanggil Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri dan Imam Syarik An Nakha’y untuk datang menghadap di hadapan baginda.

Setelah mereka bertiga menghadap, masing-masing diberi kedudukan dan diberi surat pengangkatan.

Kepada Imam Sufyan baginda berkata : “Ini penetapan engkau untuk menduduki Qadli di kota Bashrah maka itu berangkatlah ke sana!” , dan kepada Imam Syarik baginda berkata : “ Ini penetapan engkat untuk menduduki Qadli ibu kota saya dan sekitarnya, maka itu laksanakanlah !” Adapun Imam Abu Hanifah tidak mau menerima jabatan apapun. Baginda memerintahkan kepada pengawalnya, agar mengantarkan mereka ke tempat masing-masing, dan berkata pula kepada pengawalnya : “Barangsiapa menolak jabatan yang telah saya berikan ini, maka pukullah dia seratus kali pukul dengan cemeti.”

Imam Syarik menerima jabatan itu, dan Imam Sufyan lalu melarikan diri ke Yaman, dan Imam Abu Hanifah tidak mau menerima jabatan dan tidak pula melarikan diri. Sebab itu ia tetap dimasukkan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman seperti yang telah diperintahkan oleh baginda Al Manshur. Yakni, setiap pagi, di dalam penjara, ia dicambuk dan leher sang Imam dikalungi dengan rantai besi yang berat.

Ada riwayat yang menyebutkan, al-Manshur pun pernah menggunakan jasa Ibu Abu Hanifah yang berusia lanjut untuk membujuk anaknya, agar bersedia menerima tawaran jabatan yang diberikan Kepala Negara. Pada setiap pagi, sang Ibu datang membujuk anaknya. Tetapi segala macam bujukan dan daya upaya sang ibu tadi senantiasa ditolak dengan keterangan yang baik.

Pada suatu hari sang ibu pernah berkata kepada anaknya: “Wahai Nu’man! Anakku yang kucintai! Buanglah dan lemparlah jauh-jauh pengetahuan yang telah engkau punyai itu. Karena tidak ada lain yang kau dapati selama ini, melainkan penjara, pukulan, cambuk dan rantai besi itu.!”

Perkataan sang Ibu yang sedemikian itu, hanya dijawaboleh sang Imam dengan lemah lembut dan senyuman manis: “Oo, ibu! Jika saya menghendaki akan keridhaan Allah SWT seemata-mata dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah saya dapati, saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai oleh Allah SWT.

Demikianlah, sang Imam tetap gigih dalam pendiriannya, meskipun harus menghadapi hukuman yang sangat memilukan. Setiap pagi, ia selalu menerima hukuman seberat itu. Tapi, al-Manshur tidak puas dengan hukuman yang dibjatuhkannya. Maka, suatu ketika, Imam Hanafy dipanggil oleh baginda supaya menghadapnya. Kemudian ia ia datang menghadap. Ketika itulah sang Imam disuguhi segelas minuman beracun. Tak lama, sesudah kembali ke dalam penjara, sang Imam menghadap kepada Allah SWT. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!.”

Beliau wafat di usia 70 tahun. Wafat di penjara, dalam kehidupan yang ia pi8lih sendiri, karena menolak jabatan yang ditawarkan kepadanya.

Hasan bin Imarah, yang memimpin prosesi pemandian jenazah sang Imam, berkata: “Mudah-mudahan Allah mengasihani engkau dan mengampuni semua kesalahan engkau, wahai orang yang senantiasa merasakan lapar selama tiga puluh tahun! Demi Allah, sesungguhnya engkau seorang yang menyusahkan orang banyak di masa kemudian engkau!.”

Tentu, sikap sang Imam memamg sangat luar biasa. Ia tidak tergoda oleh kekuasaan. Bahkan rela menerima hukuman ketimbang memegang jabatan tinggi yang ditawarkan padanya. Ia tidak gila jabatan. Sang Imam bersyukur dan bangga dengan kedudukannya sebagai seorang berilmu. Beliau tidak mengharamkan jabatan itu. Tetapi, beliau enggan menerima jabatan itu untuk dirinya.

Sepanjang riwayat yang boleh dipercaya, bahwa ketika telah merasa bahwa dirinya akan sampai ke ajalnya, sang Imam bersujud kepada Allah. Seketika itu wafatlah beliau dalam bersujud dengan khusyu’nya. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman Al-Khaizaran, Baghdad.

Semoga kita dapat mengambil hikmah dan teladan dari Kisah Sang Imam Abu Hanifah! Islam tidak mengharamkan jabatan dan harta. Tetapi, Imam Abu Hanifah memberikan keteladanan, bahwa dunia adalah hal ”remeh” di matanya. Akhirat adalah kehidupan dan tujuan yang hakiki. (Disarikan dari buku Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab karya K.H. Moenawar Cholil (Jakarta: Bulan Bintang, cet. kesembilan, 1994))