Senin, 07 Desember 2009




“ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)

Pengalamanku Betemu Syekh Usamah bin Ladin



Inilah kisah seorang ikhwan yang berjihad di bumi Afghanistan dan mendapatkan kesempatan langka bertemu langsung dan bertatap muka dengan Syekh Usamah bin Ladin. Seperti apa Syekh Usamah bin Ladin ketika berada di bumi jihad ? Bagaimana akhlak dan perilaku beliau ? Berikut penuturannya...!



Di Medan Pertempuran

Ada beberapa jabhah (front) yang pernah saya terjuni dan adapula beberapa kali operasi perang yang saya ikuti, tetapi rasanya tidak ada faedahnya sama sekali jika saya ceritakan disini, terutama bagi saya sendiri.

Saya disini hanya akan menceritakan sedikit kenangan manis saya, semasa di Front Joji Paktia Afghanistan, terutama perjumpaanku dan perkenalanku dengan Asy-Syekh Usamah bin Ladin rhm pada sekitar pertengahan tahun 1987.

Joji adalah suatu tempat pegunungan atau perbukitan yang letaknya di wilayah Paktia, wilayah bagian selatan Afghanistan, perbatasan dengan wilayah Pakistan tempatnya sangat indah dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi karena dipenuhi dengan pepohonan sejenis cemara atau pinus, sedang di tempat lain hanya terlihat bebatuan belaka, tempatnya sangat dingin lagi sejuk, jika datang musim dingin saljunya tinggi bisa mencapai dua meter atau lebih.

Pegunungan dan perbukitan ini sangat strategis baik untuk pertahanan maupun penyerangan bagi kedua belah pihak baik bagi mujahidin maupun bagi pasukan kafir komunis Rusia.

Strategis bagi mujahidin karena ia merupakan pintu masuk utama untuk pengiriman logistik, amunisi, pasukan dan sebagainya dan sangat strategis untuk penyerangan sebab tempatnya tinggi, sangat membantu para mujahidin untuk menyerang tempat-tempat di sekitarnya yang belum dikuasai baik dengan pasukan infantri maupun artilerinya.

Adapun bagi tentara kafir komunis Rusia, tempat ini sangat berharga lagi mahal, mereka siap membeli tempat ini seandainya dijual dengan berapapun bayarannya, sebab dengan menguasai Joji, akan dapat mengunci mati pergerakan mujahidin di daerah ini, dengan kata lain, mujahidin tidak bisa memasuki wilayah Afghan, jika hendak memasuki akan dengan mudah disekat dan dipatahkan, maka dengan terpaksa mujahidin akan meletakkan basenya di daerah wilayah Pakistan.

Jika para mujahidin tidak dapat memasuki wialyah Afghanistan, maka mereka tidak dapat melancarkan serangan, khususnya dengan senjata-senjata Artilery, sebab serangan tidak mungkin dilancarkan dari negeri tetangga, sebab ketika itu tentunya sangat sensitif sekali disamping menjaga hubungan saudara sesama muslim dengan Pakistan terutama dengan Almarhum Dhiya-Ul-Haq selaku Presiden Pakistan pada saat itu dan pada saat itu boleh dikata beliau adalah bapak asuh para Mujahidin.

Karena begitu strategisnya Joji bagi kedua belah pihak yang sedang bertempur, maka tempat ini sering sekali menjadi ajang pertempuran baik daratnya maupun udaranya, hingga dikuasai oleh mujahidin sepenuhnya dan menjadi aman dari serangan musuh karena tempat-tempat lain di sekitarnya telah dapat ditaklukan semuanya kalau tidak salah pada akhir 1987 atau awal 1988-an.

Di medan Joji juga terkenal dengan bunker-bunkernya (rumah bawah tanah) hampir seluruh mujahidin yang berada di front tersebut, camp mereka berada di dalam tanah, ada satu terowongan raksasa di bawah gunung yang dibuat oleh Mujahidin yang mana ribuan senjata bisa masuk bahkan berpuluh-puluh kendaraan berat bisa sampai di dalamnya.

Bertemu Syekh Usamah bin Ladin

Ikhwah mujahidin Arab mencatat sejarah rekor yang gemilang dalam peperangan Afghanistan dari melawan tentara kafir beruang merah dan bonekanya, kemudian memerangi kaum bughot dan munafikin hingga perang melawan tentara Salibis kafir yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Sungguh jasa mereka besar sekali dalam membangun jabhah (front pertempuran) dan pertahanan di Joji, mereka membuat bunker-bunker dan trenche-trenche (parit perlindungan), bekerjasama dengan tandzhim-tandzhim Mujahidin Afghanistan terutama dengan Ittihad Al-Islamyyah yang dipimpin oleh Asy-Syekh AbdurRabbi Rasul Sayyaf pada saat itu, mereka tidak hanya berjasa dalam menyediakan fasilitas bahkan dalam setiap penyerangan ditempat tersebut, merekalah yang menjadi ujung tombaknya.

Hampir setiap petahanan terdepan Joji yang berdekatan dengan musuh diduduki oleh Ikhwah Arab ada satu-dua camp yang diduduki oleh mujahidin Afghanistan termasuk dari tandzhim Hizbul Islam pimpinan Al-Muhandis Ghulbuddin Hikmatyar, mereka berhasil menggali trenches dan membuat bunker di daerah paling depan yang menjorok ke daerah musuh, di daerah dan tempat ini mereka namakan "Ma'sadah" (tempat berkumpulnya para singa), maksudnya tempat berkumpulnya para mujahidin yang senantiasa siap menerkam dan mengganyang musuh-musuhnya, di tempat inilah Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz berada, beliau adalah komandan umum bagi seluruh mujahidin Arab yang ada di tempat itu, beliaulah yang memimpin pertempuran secara langsung.

Di ma'sadah inilah saya diperkenalkan oleh Allah swt dengan beliau yaitu di sebuah bunker bawah tanah yang tertutup dengan salju yang sangat tebal dalam keadaan gelap gulita hanya ada pelita kecil yang menyinarinya.

Semula saya tidak menyangka sama sekali kalau beliau itu Asy-Syekh Usamah bin Ladin, karena sebelumnya saya belum mengenali secara pasti atau dari dekat, memang saya pernah melihat sekilas saja lagi pula hanya dari kejauhan, disamping itu saya tidak mendengar seorangpun dari ikhwah Arab yang memanggil beliau dengan namanya pada saat itu, semuanya memanggil dengan nama Kuniyah yaitu : Abu Abdullah, sedangkan pada begitu banyaknya nama kuniyah dengan nama depan Abu, termasuk Abu Abdullah.

Tetapi alhamdulillah ada salah seorang mujahid Arab pelan-pelan membisikkan di telinga saya, katanya : "Ta'rif Anta ya Akhi?" (Kenalkah anda wahai saudaraku?), sayapun bertanya kembali, "Maaza?" (Apa?), Akhi itu mengatakan, "Haaza...Huwa Asy-Syekh Usamah Ibnu Ladin." Saya ketika itu merasa kurang percaya, lalu akh tersebut menambahkan "Uqsimu Billah" (Saya bersumpah demi Allah), begitulah kebiasaan orang Arab untuk mempercayai apa yang disampaikan.

Dengan informasi ini saya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan peluang yang berharga ini, sayapun mulai memperkenalkan nama kuniah saya kepada beliau dengan tambahan ucapan-ucapan yang bersifat familier seperti : "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?" (bagaimana keadaanmu, kesehatanmu, berita-beritamu), maka beliaupun menanggapi dengan senyum dan pandangan matanya yang khas sambil bertanya juga, "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?

Hanya sebatas inilah perkenalanku dengan beliau, memang begitulah adab-adab perkenalan yang biasa dilakukan oleh mujahidin, masing-masing menjaga kerahasiaan satu dengan yang lain, sehingga satu sama lain saling tidak mengenali berasal dari negara mana ia datang, paling-paling sebatas terka-menerka, kecuali orang-orang tertentu saja yang mengetahui, jadi tidak ada seorang mujahidpun yang menyibukkan diri dengan bertanya, misalnya, Anda dari mana?, dengan siapa? Naik apa? dan lain sebagainya.

Biasanya orang yang menyibukkan diri dengan hal ini adalah para intel yang ditugaskan meskipun tidak semuanya, ada juga yang karena kebiasaan dan pembawaan sehingga sukar merubahnya, biasanya kalau ternyata dia seorang intel atau munafikin yang ditugaskan, pasti tidak betah untuk tinggal lama berada di Front bahkan ada juga yang baru satu atau dua hari, karena serangan bom musuh yang bertubi-tubi dia seperti cacing kepanasan ingin kembali ke negerinya atau ke tempat yang aman, bahkan ada yang akhirnya mengaku bahwa sebenarnya dirinya itu adalah seorang intel sembari merajuk dengan penuh kehinaan.

Dari masa-ke masa dari waktu-ke waktu dari hari-kehari saya dengan diam-diam memperhatikan kepribadian beliau sebab pada saat itu saya punya satu keyakinan bahwa Allah swt telah memberkati umur saya dengan dipertemukan bersama sosok hamba Allah yang memiliki keutamaan, dengan kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya.

Jika melihat beliau seolah-olah saya dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi saw, yaitu Utsman bin Affan r.a atau Abdurrahman bin Auf, r.a karena pada beliau-beliau r.a ada salah satu sifat yang menyamainya, yaitu terjun ke medan perang dengan harta dan jiwanya.

Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz, sebagaimana yang telah dimaklumi umum bahwa beliau adalah seseorang yang boleh dikatakan bukan hanya sebagai millioner saja tetapi billioner atau lebih dari itu, namun beliau tidak menggunakan kekayaannya seperti kebiasaan orang kaya menggunakan hartanya, malah beliau terjun ke medan perang dnegan harta dan jiwanya dan siap hidup zuhud di medan perang sebagaimana mujahidin yang lain, maka ketika itu bisikan hati saya mengatakan orang seperti ini bukan mansuia sembarangan belum tentu dalam jutaan manusia ada satu orang dan sayapun hingga hari ini belum menemukan orang yang menyamainya.

Memang ada satu tabiat pada diri saya mudah-mudahan tabiat ini baik menurut Allah swt yaitu, saya dengan hamba allah yang punya kelebihan dan keutamaan, khususnya dalam urusan dien, meskipun orang tersebut dalam pandangan orang lain tidak ada kedudukan apa-apa bahkan dipandang remeh, sebab sangat sulit untuk mencari seseorang yang mempunyai satu kelebihan kemudian dengan kelebihannya itu berperan penting dalam suatu program yang sesuai sehinga dengan kehadirannya menambah kemajuan besar bagi Isalm dan kaum muslimin.

Rasulullah saw bersabda :

"Manusia itu bagaikan unta, dalam seratus unta anda tidak mendapati satu ekorpun darinya yang bisa dijadikan tunggangan yang baik."

Maka kalau kita perhatikan sepanjang sejarah perjalanan manusia sebenarnya tidak banyak orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt. Manusia yang dipilih menjadi Rasul-Nya hanya 25 orang saja, Ash-Shodiqin, Asy-Syuhada', Ash-Sholihihnnyapun terbatas jika dibandingkan dengan jumlah mayoritasnya.

Ulama' fuqoha', pakar-pakar tafsir (mufassirin) dari zaman sahabat r.a, hingga tabi'ut-tabi'in pun sangat terbatas, perawi-perawi hadits khususnya yang bertitel mukhorrij hanya beberapa orang saja, tidak sampai seratus jumlahnya.

Di Sanalah Syekh Usamah (Berada)


Dunia media baru-baru ini dikejutkan dengan pernyataan bekas tahanan Taliban, sebagaimana dikutip BBC. Tahanan itu mengklaim pernah bertemu Syekh Usamah bin Ladin beberapa kali sebelum peristiwa WTC, 9 September 2001. Tidak hanya itu, tahanan ini pun mengatakan baru saja melakukan pertemuan dengan Syekh Usamah sekitar bulan Januari atau Februari tahun 2009, dan dia dapat mengatur jadwal pertemuan dengannya.

Peryataan ini tentu membuat seluruh komunitas intelijen Barat, CIA dan M16 terheran-heran dan kecewa. Maklum, lebih dari 7 tahun terakhir ini mereka lelah mencari informasi untuk mengetahui keberadaan Syekh Usamah bin Ladin dan belum pernah mendapatkan informasi seperti ini. Lalu, di manakah Syekh Usamah berada ?

'Mukjizat' di Tora Bora

Masih hidupkah Syekh Usamah bin Ladin ? Di manakah dia berada ? jawaban atas dua pertanyaan tersebut ditunggu-tunggu oleh hampir seluruh orang, terutama mereka yang menyangsikan keberadaan beliau. Kisah pengepungan beliau di pegunungan Tora Bora pada tahun 2001 pasca serangan WTC juga belum banyak diketahui, meskipun akhirnya Syekh Usamah sendiri yang mengeluarkan peryataan bagaimana dia dan para sahabatnya berhasil lolos dalam serangan mematikan Amerika dan sekutu-sekutunya tersebut.

Pegunungan Tora Bora, Afghanistan, 20 Rojab 1422 H bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 2001 M. Lusinan pesawat tempur Amerika meraung-raung dan memuntahkan timah panas ke parit-parit di sekitar pegunungan Tora Bora. Tidak hanya itu saja, pesawat jenis B 52 dan C 130 itu pun menghujani pegunungan yang wilayahnya tidak lebih dari satu mil persegi tersebut dengan smart bom (bom cerdas), bom-bom cluster dan juga bom-bom pembakar gua. Mereka ingin membumi hanguskan tempat yang kecil ini dan memusnahkannya dari muka bumi. Para pemimpin Amerika yakin akan keberadaan Syekh Usamah bin Ladin di tempat tersebut. Siang dan malam tidak berlalu kecuali ada pesawat tempur yang melintas dengan bombardir dahsyat setiap menitnya. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan Ramadhan.

Sementara itu, Syekh Usamah bin Ladin, bersama sahabat setianya Syekh Ayman Az-Zawahiri, dan sekitar 300-an mujahid terus bertahan dengan hanya berharap ridho dan pertolongan Allah swt dari serangan dan bombardir Amerika yang tiada habisnya. Dengan suhu 10 derajad di bawah nol mereka menggali khondaq (parit) sebanyak seratus buah, dengan rata-rata satu khondaq untuk berlindung 3 mujahid di area yang tidak lebih dari satu mil persegi. Mereka melakukan hal itu untuk menghindari lebih banyak korban yang jatuh akibat bombardir pasukan Amerika. Satu pesawat bisa melintas lebih dari 2 jam, dan satu kali tembakan berisi 20 sampai 30 bom.

Namun, Alhamdulillah. Meski bombardir yang begitu dahsyat dan propaganda pers yang menakutkan, yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap sebuah tempat yang kecil lagi terkepung dari berbagai penjuru ini ditambah lagi dengan tentara munafiqin yang dibayar untuk berperang selama setengah bulan terus-menerus oleh Amerika, teryata dapat dikalahkan oleh pasukan Syekh Usamah bin Ladin. Subhanallah.

Bahkan, atas karunia Allah, Syekh Usamah bin Ladin dan mujahidin di sana tetap mampu bertahan dan balas menyerang, sehingga mampu memulangkan pasukan Amerika dengan kekalahan sekaligus mereka membawa mayat-mayat dan orang-orang yang terluka dari pasukannya. Hal ini membuat pasukan Amerika tidak berani lagi memasuki tempat Syekh Usamah, pegunungan Tora Bora.

Sejarah mencatat berakhirnya pertempuran terdahsyat abad ini antara persekutuan jahat dunia dengan segala kekuatannya melawan sekelompok kecil mujahidin yang berdiri di atas kebenaran, yakni melawan hanya 300 mujahid yang berada dalam khondaq mereka . Hasil pertempuran itu telak dimenangkan oleh Ahlul Iman, Syekh Usamah bin Ladin dengan pasukannya, dimana korban personal kira-kira enam persen dari mujahidin, dan kerugian pada khondaq hanya dua persen, Alhamdulillah.

Syekh Usamah bin Ladin, Masih Hidup ?

Kisah heroik di pegunungan Tora Bora bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Bahkan itu menjadi titik balik perjuangan panjang Syekh Usamah bin Ladin dengan Al-Qa'edanya yang sebelumnya telah disangka 'tamat' oleh AS dan sekutunya. Peristiwa Tora Bora adalah fakta dan bukti kongkrit bahwa Syekh Usamah bin Ladin masih hidup, hingga saat ini.

Namun, dimanakah beliau berada ? Memang, sangat sulit untuk memastikan keberadaan beliau yang kepalanya dihargai US $ 50 juta oleh pemerintah Amerika. Mantan tahanan Taliban yang diwawancarai BBC tersebut mengatakan bahwa informannya yang berasal dari suku Mehsud bertanggung jawab mengatur operasi Al Qaeda. "Sang Syekh tidak tinggal di satu tempat. Orang itu berasal dari Ghazni, jadi saya kira disanalah syekh berada," jelasnya.

Propinsi Ghazni berada di timur Afghanistan, yang merupakan basis terkuat Taliban. Sebagian besar wilayah itu terjaga dari serangan pasukan koalisi asing maupun pasukan murtad Afghanistan. Dari sanalah Syekh Usamah bin Ladin membangun kembali kekuatan Al Qaeda yang sempat porak poranda dibombardir di Pegunungan Tora Bora.

Dinas intelijen AS dan para analis menilai Al-Qa'eda pimpinan Usamah bin Ladin telah menggalang kekuatan dan semakin kuat. Bahkan dalam sebuah rekaman terbaru, Usamah memberikan pesan berisi seruan untuk melancarkan serangan baru. PJ Crowley, analis keamanan dari Pusat Kemajuan Amerika berpendapat bahwa Irak merupakan berkah bagi Al-Qa'eda karena AS menangkap umpan mereka.

Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Mike German, mantan agen antiterorisme FBI. Dia mengungkapkan, perang Irak memberi kemudahan bagi Al-Qa'eda untuk membunuh warga AS melalui afiliasinya di Irak. Sementara itu Thomas Kean dan Lee Hamilton dari Washington Post berpendapat : "Tidak ada konflik yang butuh paling banyak waktu, perhatian, korban jiwa, dana, dan dukungan selain perang di Irak. Ini menjadi alat rekrutmen dan pelatihan yang kuat bagi Al Qa'eda,".

Menurut penilaian analis dan beberapa sumber, jaringan Al-Qa'eda yang dipimpin Usamah dalam tujuh tahun sejak serangan 11 September telah membangun markas besar baru di wilayah terpencil di Pakistan. Kawasan pegunungan yang dihuni oleh kelompok suku Pashtun merupakan tujuan pertama ketika pejuang Al-Qa'eda menyelamatkan diri dari serbuan AS yang menggulingkan Taliban di Afghanistan pada 2001 lalu.

Rohan Gunaratna, penulis Inside Al-Qa'eda dan pakar terorisme menyatakan bahwa : "Wilayah suku sudah menjadi markas global pergerakan Al-Qa'eda. Di sana menjadi tempat latihan, perencanaan, dan persiapan serangan terhadap sasaran yang berbau Barat,". Beberapa sumber mengatakan, meskipun keberadaan Usamah hingga sekarang belum diketahui, mereka menyaksikan anak dan calon penerus Usamah, Hamza, baru-baru ini datang ke wilayah suku Pashtun tersebut.

"Tidak ada seorang pun yang tahu dimana Usamah bin Ladin. Dua setengah tahun lalu, dia berada di Provinsi Kunar, Afghanistan. Namun sekarang kami tidak tahu di mana dia," kata seorang milisi. Menangkap Usamah merupakan prioritas AS, bahkan mereka menghargai kepala Usamah sebesar US $ 50 juta.

Sementara itu, Pakistan tegas membantah Usamah berada di wilayahnya. Perdana Menteri Pakistan, Yusuf Raza Gilana, Kamis (3/12), menyatakan, pemerintahannya menindak keras segala pemberontakan Al Qaeda. "Saya meragukan informasi bahwa Usamah bersembunyi di Pakistan," kata Gilani dalam jumpa pers bersama PM Inggris, Gordon Brown, di London.

Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi, mengamini peryataan tersebut, dan mengaku tidak mengetahui di mana Usamah berada, dan apakah masih hidup. "Tak seorangpun mengetahui keberadaannya. Jika Anda mempunyai informasi, kami akan menyukainya, " lanjutnya kepada radio BBC.

Sementara itu, Bruce Riedel, mantan analis Badan Intelijen AS (CIA) menilai dan berpendapat bahwa Syekh Usamah masih hidup. "Kami tahu Usamah masih hidup. Kami tahu dia bersembunyi di suatu tempat yang sulit dijangkau di perbatasan Pakistan dan Afghanistan."

Syekh Usamah : Perjuangan Hingga Akhir

Sebagaimana dikutip dari buku "In The Heart of Al Qaeda" (Ar Rahmah Media, 2008) Syekh Usamah Bin Ladin selalu mengulang pernyataan bahwa beliau tidak ingin tertangkap hidup. Amerika telah mengeluarkan miliaran dollar dan kehilangan ribuan tentara untuk menangkap Syekh Usamah Bin Ladin dengan menghancurkan Al Qaeda. Tapi dari hari ke hari Syekh Usamah Bin Ladin dan Syekh Aiman Al Zawahiri menunjukkan kemenangan politik dan propaganda Al Qaeda.

Tak seorangpun sungguh-sungguh mengetahui dimana kedua pria tersebut bersembunyi, hanya sekedar teori yang beredar. Sebagian percaya bahwa keduanya selalu berpindah lokasi dari satu suku ke suku lain di perbatasan Afghan-Pakistan yang terbentang sekitar 1.500 mil. Wilayah ini diluar wilayah hukum Pakistan yang memandangnya sebagai "Pahlawan Mujahid" yang berperang untuk membebaskan Afghanistan dan telah menyerahkan kekayaan dan kenyamanan hidup bagi saudara-saudara seiman yang berperang melawan musuh-musuh Islam.

Jendral Asad Durrani, kepala Badan Intelijin Pakistan menyakini bahwa kota besar adalah tempat terbaik bagi Syekh Usaman Bin Ladin untuk bersembunyi. Kota-kota seperti Karachi, Faisalabad, Peshawar, Quetta dan Rawalpindi adalah tempat persembunyian yang baik dan melahirkan tokoh-tokoh kunci Al Qaeda.

Dikatakan oleh orang dekat Syekh Usamah Bin Ladin bahwa beliau tinggal di rumah yang sama dengan Abu Zubaydah yang tertanggap di Faisalabad pada bulan Maret 2002. Sumber tersebut mengatakan bahwa Syekh Usamah Bin Ladin meninggalkan rumah tersebut tiga hari sebelum penyergapan terjadi. Penyergapan dilakukan pasukan gabungan Amerika-Pakistan.

Ketika Syekh Usamah mengirimkan rekaman audio-tape bulan terakhir ini, beliau tidak memberi indikasi dimana beliau bersembunyi. Statemen beliau menunjukkan bahwa beliau beserta Syekh Aiman Al Zawahiri berada di tempat yang nyaman dan aman, dan dapat mengikuti perkembangan politik jazirah Arab dan seluruh dunia.

Syekh Usamah mengatakan bahwa sejak kembali ke Afghanistan setelah di deportasi dari Sudan, beliau tidak lagi menggunakan peralatan modern untuk berkomunikasi seperti HP ataupun telpon satelit serta Internet maupun e-mail. Beliau memilih berkomunikasi dengan tulisan tangan yang diantar oleh kurir. Beliau mendapat seluruh berita terbaru dari kurir yang mendownload dan mengkopi dari kafe Internet

Syekh Usamah dan Syekh Aiman Al Zawahiri sangat sulit dilacak karena kecerdikannya. Mereka membuat sistem keamanan mereka sendiri. Beliau selalu dikawal seorang bodyguard dan sekelompok kecil pasukan kepercayaan. Indikasi kesuksesan beliau dalam membuat sistem keamanan adalah bahwa persembunyian dua istri dan hampir dua puluh putra-putrinya di Afghan pun tak pernah di ketahui. Begitu juga keberadaan keluarga Syekh Aiman Al Zawahiri, tak seorangpun tahu.

Syekh Usamah Bin Ladin dan Syekh Aiman Al Zawahiri berpindah-pindah di wilayah yang penduduknya mendukung Al Qaeda dan pengikutnya bersedia mati demi membela beliau. Hal ini berbeda dengan Saddam Hussein yang arogan, ceroboh dan bergerak di wilayah yang sama. Meskipun dalam pelarian Saddam masih berlagak seperti penguasa. Saddam mengunjungi beberapa kepala suku dan berhubungan dengan pengikut-pengikut yang berkhianat dan bodyguard yang tidak setia. Padahal di sana ada 14.000 personil dari tentara Amerika dan tiga perempat dari penduduk Irak melawannya.

Sepertinya, hidup atau mati, Syekh Usamah Bin Ladin akan selalu menjadi masalah bagi Amerika. Jika dia tertangkap hidup-hidup, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana menurut beliau, akan menjadikan beliau syahid dan harus lewat operasi berdarah. Membunuh beliau hanya akan menjadikan beliau pahlawan dan menambah kebencian kaum muslimin, khususnya di daerah pendudukan dan para pendukung Al Qaeda, terhadap AS. Kematian Syekh Usamah Bin Ladin tidak akan merubah kekuatan Al Qaeda, sebagaimana kematian Syekh Abu Musab Al Zarqawi yang tidak berpengaruh pada kondisi Al Qaeda.

Pola-pola serangan terbaru Al Qaeda menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki kehidupan dan kekuatannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemimpin atau sosok tertentu dalam organisasi. Hanya Ideologi Islam semata yang menjadikan gerakan ini semakin solid, semakin kuat dan mampu berjuang setelah kematian pemimpinnya sekalipun. Jadi, hidup atau mati, Syekh Usamah Bin ladin tetap menjadi figur panutan dan inspirasi bagi organisasi Al Qaeda.

Wallahu'alam bis showab!

“Keteladanan Imam Hanafy dalam Soal Jabatan”

Di tengah carut-marutnya dunia hukum dan kepemimpinan di negeri kita, ada baiknya kita menengok kembali kisah kehidupan Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafy, seorang ulama besar, yang sangat terkenal ketinggian ilmu dan akhlaknya. Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada 80 Hijriah (699 M) dan wafat pada tahun 150 Hijriah (767 M), tepat saat Imam al-Syafii lahir. Sering dikatakan, Imam yang satu pergi, datang Imam yang lain. Nama asli beliau sejak kecil adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Mah.

Sejak kecil, Imam Abu Hanifah hidup di tengah keluarga pedagang. Setelah dikenal sebagai seorang yang alim sekali pun, dia juga menjalankan perniagaan. Kehidupan Imam Hanafy pada masa hidupnya mengetahui peristiwa pergantian Kepala Negara dari tangan banu Umayyah ke tangan banu Abbasiyah. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan; kemudian ketika tahun 127 Hijriah, Kepala Negara jatuh di tangan Marwan bin Muhammad Al-Ja’dy (dari Banu Umayyah yang ke 14). Dan inilah akhir pemerintahan Banu Umayyah.

Ketika itu, Gubernur di Iraq selaku wakil Kepala Negara dijabat oleh Yazid bin Amr bin Hurairah Al Fazzary. Selaku Gubernur, ia berhak mengangkat seseorang yang di pilihya untuk menjabat suatu jabatan tinggi di bawah kekuasaannya. Pada suatu saat Imam Hanafy telah dipilih dan ditunjuk menjadi Kepala Urusan Perbendaharaan Negara (Baiitul-Mal). Tetapi pengangkatan itu ditolak oleh Abu Hanifah. Sampai berulang-kali Gubernur Yazid menawarkan pangkat yang tinggi itu kepada beliau, namun tetap ditolak.

Pada lain saat, Gubernur Yazid menawarkan lagi pangkat Qadli (penghulu negara) kepada Imam Hanafy. Tetapi beliau bersikap menolak tawaran itu. Melihat sikap Imam Hanafy, Gubernur mulai tidak senang. Mulailah muncul kecurigaan terhadap Sang Imam. Gerak-geriknya mulai diamati. Kemudian pada suatu hari, Sang Imam mulai diancam hukum cambuk dan penjara oleh penguasa. Tetapi sewaktu mendengar ancaman tersebut,

Sang Imam hanya menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekali pun–andai kata-aku sampai di bunuh olehnya.”

Suatu hari, Gubernur Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq dan dikumpulkan di muka istananya. Di antara yang datang, ada Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubramah, Dawud bin Abi Hind dan lain-lainnya. Mereka masing-masing lalu di beri pangkat (kedudukan) resmi oleh Gubernur. Tapi, Imam Hanafy tidak datang. Padahal, Sang Imam diberi jabatan tinggi, sebagai kepala “Tata Usaha” Gubernuran yang bertugas menandatangani semua surat-surat resmi yang keluar dan yang bertanggung jawab atas uang perbendaharaan negara yang di keluarkan dari Gubernuran. Semua surat resmi tidak akan dapat dilangsungkan keluar jika belum distempel (cap) dari tanda tangan beliau, dan uang dari perbendaharaan Negara (Baitul-Mal) tidak akan mungkin dikeluarkan sepeser pun, jika belum di tanda tangani (distempel) oleh beliau. Tetapi jabatan yang sepenting dan setinggi itu, tidak diterima oleh Imam Abu Hanifah.

Gubernur Yazid bersumpah: “Jika Abu Hanifah tidak sudi menerima angkatan ini, niscaya akan dipukul dia.” Para ulama yang mendengar sumpah Gubernur itu, lalu datang berduyun-duyun kepada Imam Hanafy untuk menyampaikan harapan mereka, supaya beliau bersedia menerima jabatan yang diberikan itu. Tapi, Sang Imam tetap kokoh dengan pendiriannya. Beliau tetap bersikeras menolak pengangkatan dari Gubernur itu. Akhirnya, sang Imam ditangkap dan dipenjara oleh polisi negara selama dua Jumat (dua minggu) dengan tidak dipukul. Kemudian – sesudah dua Jumat –baru dipukul/ di dera empat belas kali. Sesudah itu baru dibebaskan. Dalam riwayat lain dikatakan, suatu saat Imam Hanafy diangkat lagi oleh Gubernur Yazid bin Hurairah menjadi Qadli (Hakim) negeri di kota Kufah. Ttetapi dengan bersikeras ia tetap menolak. Karena itulah, ia ditangkap lagi dan dijebloskan ke dalam penjara.

Di dalam penjara -- karena ia tetap menolak pengangkatan itu – maka ia dijatuhi hukuman 110 kali cambuk. Hukuman itu dicicil, tiap hari 10 kali cambukan. Akhirnya, sang Imam dilepaskan kembali dari penjara sesudah merasakan 110 kali cambuk. Seketika keluar dari penjara, tampak kelihatan mukanya bengkak-bengkak, akibat bekas cambukan. Mengalami semua hukuman itu, Imam Hanafy hanya berucap: “Hukuman dunia dengan cemeti itu lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada cemeti di akhirat nanti.”

Ujian kedua kepada Sang Imam datang pada tahun 136 Hijriah, dimasa Kepala Negara dijabat oleh Abu Ja’far Al-Manshur, saudara muda dari Abul Abbas As-Saffah, pendiri Bani Abbasiyah. Ketika itu Imam Hanafy berumur sekitar 56 tahun. Beliau dikenal sebagai orang besar yang gagah berani, ahli fikir yang hebat dalam memecahkan soal-soal yang bertalian dengan hukum-hukum agama.

Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy mendapat panggilan dari baginda Al-Manshur di Baghdad. Sesampai di sana, ternyata sang Imam diangkat menjadi Hakim (Qadli) Kerajaan di Baghdad. Tawaran jabatan yang setinggi itu oleh beliau ditolak. Maka, Al-Manshur bersumpah dengan keras, bahwa ia harus menerima jabatan itu. Imam Hanafy pun juga bersumpah, tidak akan sanggup memegang jabatan itu. Sumpah itu terjadi berulang kali, sehingga seorang pegawai kerajaan mendekati Sang Imam dan berujar: “Apakah guru tetap menolak kehendak baginda, padahal baginda telah bersumpah akan memberikan kedudukan kepada guru?.”

Imam Hanafy dengan tegas menyatakan : “Amirul mu’minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar kifarat sumpah saya.”

Oleh karena Imam Hanafy tetap menolak jabatan dari Kepala Negara, maka ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad, sampai masa yang telah ditentukan oleh Kepala Negara. Perlu dijelaskan, bahwa pada masa itu ulama yang terkemuka di Kufah, ada tiga orang dan antara mereka itu ialah Imam Ibnu Abi Laila.

Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy dikeluarkan dari penjara, karena mendapat panggilan dari baginda Al-Manshur. Baginda menyerahkan jabatan Qadli (Hakim) negara kepada Abu Hanifah. Tetapi, lagi-lagi ia tetap menolaknya. Baginda lalu kepada: “Adakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?.”

Sang Imam menjawab: “Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu’minin! Wahai Amirul Mu’minin, takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang boleh dipercaya di waktu tenang, maka bagaimana saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang sedemikian itu!.”

Baginda berkata: “Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!.”

Imam menjawab: “Ya Amirul mu’minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang Hakim yang pendusta? Di samping itu, saya ini adalah seorang maula yang dipandang rendah oleh bangsa Arab, dan bangsa Arab tidak akan rela diadili oleh seorang golongan maula seperti saya ini.” Karena tetap menolak, sang Imam dijebloskan kembali ke dalam penjara.

Ada riwayat yang menyebutkan, Abu Ja’far Al Manshur memanggil Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri dan Imam Syarik An Nakha’y untuk datang menghadap di hadapan baginda.

Setelah mereka bertiga menghadap, masing-masing diberi kedudukan dan diberi surat pengangkatan.

Kepada Imam Sufyan baginda berkata : “Ini penetapan engkau untuk menduduki Qadli di kota Bashrah maka itu berangkatlah ke sana!” , dan kepada Imam Syarik baginda berkata : “ Ini penetapan engkat untuk menduduki Qadli ibu kota saya dan sekitarnya, maka itu laksanakanlah !” Adapun Imam Abu Hanifah tidak mau menerima jabatan apapun. Baginda memerintahkan kepada pengawalnya, agar mengantarkan mereka ke tempat masing-masing, dan berkata pula kepada pengawalnya : “Barangsiapa menolak jabatan yang telah saya berikan ini, maka pukullah dia seratus kali pukul dengan cemeti.”

Imam Syarik menerima jabatan itu, dan Imam Sufyan lalu melarikan diri ke Yaman, dan Imam Abu Hanifah tidak mau menerima jabatan dan tidak pula melarikan diri. Sebab itu ia tetap dimasukkan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman seperti yang telah diperintahkan oleh baginda Al Manshur. Yakni, setiap pagi, di dalam penjara, ia dicambuk dan leher sang Imam dikalungi dengan rantai besi yang berat.

Ada riwayat yang menyebutkan, al-Manshur pun pernah menggunakan jasa Ibu Abu Hanifah yang berusia lanjut untuk membujuk anaknya, agar bersedia menerima tawaran jabatan yang diberikan Kepala Negara. Pada setiap pagi, sang Ibu datang membujuk anaknya. Tetapi segala macam bujukan dan daya upaya sang ibu tadi senantiasa ditolak dengan keterangan yang baik.

Pada suatu hari sang ibu pernah berkata kepada anaknya: “Wahai Nu’man! Anakku yang kucintai! Buanglah dan lemparlah jauh-jauh pengetahuan yang telah engkau punyai itu. Karena tidak ada lain yang kau dapati selama ini, melainkan penjara, pukulan, cambuk dan rantai besi itu.!”

Perkataan sang Ibu yang sedemikian itu, hanya dijawaboleh sang Imam dengan lemah lembut dan senyuman manis: “Oo, ibu! Jika saya menghendaki akan keridhaan Allah SWT seemata-mata dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah saya dapati, saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai oleh Allah SWT.

Demikianlah, sang Imam tetap gigih dalam pendiriannya, meskipun harus menghadapi hukuman yang sangat memilukan. Setiap pagi, ia selalu menerima hukuman seberat itu. Tapi, al-Manshur tidak puas dengan hukuman yang dibjatuhkannya. Maka, suatu ketika, Imam Hanafy dipanggil oleh baginda supaya menghadapnya. Kemudian ia ia datang menghadap. Ketika itulah sang Imam disuguhi segelas minuman beracun. Tak lama, sesudah kembali ke dalam penjara, sang Imam menghadap kepada Allah SWT. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!.”

Beliau wafat di usia 70 tahun. Wafat di penjara, dalam kehidupan yang ia pi8lih sendiri, karena menolak jabatan yang ditawarkan kepadanya.

Hasan bin Imarah, yang memimpin prosesi pemandian jenazah sang Imam, berkata: “Mudah-mudahan Allah mengasihani engkau dan mengampuni semua kesalahan engkau, wahai orang yang senantiasa merasakan lapar selama tiga puluh tahun! Demi Allah, sesungguhnya engkau seorang yang menyusahkan orang banyak di masa kemudian engkau!.”

Tentu, sikap sang Imam memamg sangat luar biasa. Ia tidak tergoda oleh kekuasaan. Bahkan rela menerima hukuman ketimbang memegang jabatan tinggi yang ditawarkan padanya. Ia tidak gila jabatan. Sang Imam bersyukur dan bangga dengan kedudukannya sebagai seorang berilmu. Beliau tidak mengharamkan jabatan itu. Tetapi, beliau enggan menerima jabatan itu untuk dirinya.

Sepanjang riwayat yang boleh dipercaya, bahwa ketika telah merasa bahwa dirinya akan sampai ke ajalnya, sang Imam bersujud kepada Allah. Seketika itu wafatlah beliau dalam bersujud dengan khusyu’nya. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman Al-Khaizaran, Baghdad.

Semoga kita dapat mengambil hikmah dan teladan dari Kisah Sang Imam Abu Hanifah! Islam tidak mengharamkan jabatan dan harta. Tetapi, Imam Abu Hanifah memberikan keteladanan, bahwa dunia adalah hal ”remeh” di matanya. Akhirat adalah kehidupan dan tujuan yang hakiki. (Disarikan dari buku Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab karya K.H. Moenawar Cholil (Jakarta: Bulan Bintang, cet. kesembilan, 1994))

Kamis, 12 November 2009

American Idol dan Sejarah Yahudi


Sebentar lagi, kita akan segera disuguhi acara televisi yang paling popular di kalangan anak muda dunia, termasuk juga Indonesia, “Indonesian Idol” yang merupakan adaptasi langsung dari “American Idol.”

Dari tahun ke tahun, kecuali jelang pemilu 2009 dihentikan dahulu, ribuan anak muda berbaris memanjang seharian penuh, sebagian besar melupakan kewajiban mereka umat Islam yaitu shalat, demi mencapai suatu ambisi besa: menjadi pop-star (bintang music pop)!

Dan seperti kita ketahui, orang-orang Yahudi telah memberikan pengaruh luar biasa pada musik populer sepanjang sejarah, namun tampaknya tak ada yang bisa mengalahkan outlet musik terbesar dan paling kemilau yang sudah dipunyai oleh Yahudi daripada "American Idol."

Diketahui bahwa diva pop Paula Abdul adalah Yahudi. Paula adalah salah satu juri American Idol, namun kini sudah digantikan oleh Ellen Degeneres yang tak jauh beda dengan Paula. Dan Simon Cowell—penggagas Idol—adalah keturunan Yahudi juga: kakek-nenek dari pihak ayah-Nya, dan Esther Yusuf Cowell Malinsky, menikah pada tahun 1915 di West Ham sinagoga, di East London, situs Web Jewtastic melaporkan.

Para pemenang Idol juga tidak lepas dari orang-orang Yahudi. Adam Lambert, salah satu pemenang Idol terbaru, juga merupakan seorang Yahudi. Di Indonesia, seorang yang pernah bernasyid, juga menjadi salah satu pemenang Indonesian Idol.

Nah, jika kebetulan anak Anda, atau kerabat, hendak mengantre menjadi peserta Idol, mungkin ada baiknya memberikan keterangan terlebih dahulu akan sejarah Idol itu. (sa/forward)

Tentara AS di Afghanistan Tewas Digigit Kutu


Kutu yang membawa virus seperti Ebola, telah menewaskan prajurit AS, justru ketika mereka sedang menunggu datangnya vaksin flu babi. Inilah musuh kecil yang tidak mungkin dikalahkan AS dan sekutunya

Hidayatullah.com--Militer AS di Afghanistan sedang ketakutan dengan menyebarnya virus langka. Pejabat militer AS pekan lalu telah mengirimkan sebuah tim medis ke sebuah pos militer terpencil di selatan Afghanistan untuk mengambil contoh darah dari prajurit Angkatan Darat, setelah seorang tentara tewas akibat virus yang seperti virus Ebola.

Dr. Jim Radke, seorang pakar penyakit dalam dan infeksi dari RS. Trauma Role 3 di pangkalan udara Kandahar, mengatakan kepada The Washington Times bahwa Sersan Robert David Gordon, 22, asal River Falls, Alabama, mati tanggal 16 September karena demam berdarah Krimea-Kongo, setelah digigit oleh seekor kutu.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), virusnya ditularkan lewat darah yang dibawa oleh kutu.

Dr. Radke yang bertugas di Angkatan Laut, mengatakan, tim medis "akan mengambil contoh darah dan hasilnya mungkin akan baru diketahui beberapa pekan mendatang." Ia menyebutnya sebagai "sebuah tindakan pencegahan."

Radke tidak menyebutkan berapa banyak orang yang akan dites darahnya, dan mengapa militer baru bertindak. Pasukan yang akan diperiksa antara lain Brigade Striker ke-5, Divisi Infantri ke-2, dan pendamping infantri 2-1.

Kabar ini terkuak ketika Pentagon mengatakan telah mengirim 150.000 dosis vaksin H1N1 flu babi ke Qatar untuk didistribusikan kepada pasukan AS di Irak dan Afghanistan, yang jumlahnya separuh dari yang diminta oleh Pusat Komando AS. Setidaknya 11 orang Afghanistan telah meninggal akibat penyakit tersebut, yang ditularkan oleh orang asing.

Dr. Radke mengatakan, demam berdarah yang terjadi mirip dengan Ebola, "Ada degenerasi internal dan pendarahan luar. Dari kawasan Laut Hitam hingga Utara Turki, Anda temui ada belasan kasus atau lebih setiap tahunnya. Dan Afghanistan berada di tengahnya."

Menurut WHO, penyakit itu pertama kali dilaporkan terjadi di Krimea tahun 1944, kemudian di Kongo tahun 1956. Sebuah wabah dilaporkan terjadi 8 tahun lalu di Quetta ibukota Propinsi Balukhistan di Pakistan yang berbatasan dengan Afghanistan.

Dr. Radke mengatakan bahwa tentara AS di Afghanistan tidak hanya harus khawatir terhadap Taliban, tetapi juga terhadap penyakit yang tidak umum ditemukan di negara Barat.

"Penyakit diare, demam tipus, penyakit kulit dan TBC, adalah penyakit yang harus diwaspadai," katanya.

"Penting bagi prajurit untuk segera mencari pertolongan medis jika mereka merasa tidak enak badan atau telah digigit. Sangat beresiko jika tidak ada dokter yang merawatnya."

Dr. Radke juga memberi anjuran kepada tentara AS, "Mudah saja, sering-seringlah cuci tangan."

Meskipun benar adanya, tapi saran itu kedengaran konyol, mengingat pasukan negara adidaya itu sedang berada di medan perang di negara orang, bukan berada di markas mereka di AS.

Gejala dari demam berdarah Krimea-Kongo antara lain demam mendadak, pusing, leher sakit, otot sakit, nyeri di mata dan peka terhadap sinar. Gejala awalnya perut terasa mual, muntah, dan tenggorokan sakit.

Menurut Dr. Radke, masa inkubasi virus tergantung lewat mana virus itu ditularkan. Jika infeksi virus lewat gigitan kutu, masa inkubasinya kira-kira satu sampai tiga hari, dan paling lama 9 hari. Jika penyakit itu tidak diketahui sejak dini, maka akibatnya fatal. Menurut CDC, tingkat kematiannya mencapai 30%.

Letkol Jeffrey French, komandan Gordon, mengatakan bahwa kematian prajuritnya itu sebagai "kehilangan yang tragis bagi semua." Awalnya hanya karena satu gigitan kecil di kaki, kata French.

Brigade Striker sendiri telah kehilangan 27 prajurit sejak penugasannya di Afghanistan pada bulan Juli. Sebagian besar tewas karena ledakan.

"Kami tidak pernah berpikir bahwa kami akan melihat kematian akibat penyakit langka tersebut," kata French.

"Anda bisa bersiap-siap atas semua kemungkinan, tapi bagaimana caranya Anda bersiap atas kejadian seperti itu?" katanya. [di/wt/www.hidayatullah.com]

Senin, 02 November 2009

Wisata Syirik, Dipelihara dan Dinikmati

Syirik adalah perbuatan yang amat dimurkai oleh Allah SWT

Hidayatullah.com--Banyak kisah mencatat, Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) sangat murka dengan kaum yang memelihara praktek syirik. Kaum Nabi Nuh, misalnya, menolak untuk menyembah Allah SWT dan terus menerus menyekutukan-Nya dengan berhala-berhala.

Hampir satu milenium lamanya Nabi Nuh berdakwah, namun tetap tak digubris. Allah SWT pun murka dan mengirimkan bencana banjir yang dahsyat kepada mereka. Demikian besar bencana itu, sehingga mereka yang berusaha menyelamatkan diri ke gunung pun tetap tersapu banjir.

Pun demikian dengan kaum Ad. Mereka terus menyekutukan Allah SWT dan menentang dakwah yang dilakukan Nabi Hud. Allah SWT kemudian menurunkan azab. Tiga tahun lamanya hujan tidak turun. Tanah-tanah mengering dan kebun merangas. Air pun langka.

Namun, kaum Ad tetap ingkar. Allah SWT menuntaskan azab-Nya dengan mengirimkan angin puyuh selama tujuh malam delapan hari. Porak porandalah kota itu. Tenggelam dalam lautan pasir sedalam 12 meter.

Syirik adalah perbuatan yang amat dimurkai oleh Allah SWT. Dua kisah tadi menjadi bukti. Namun, tanpa disadari di Indonesia, negeri di mana kita bermukim, telah muncul bibit-bibit syirik. Celakanya, bibit-bibit ini malah ”disiram” dan dipelihara. Akankah kita membiarkan saja bibit-bibit itu berkembang dan bermekaran hingga azab Allah akan turun kepada kita? Nau'zubillah summa nau'zubillah!

Berita Gembira!! Gejala Kehancuran Amerika Serikat

Selama ini kita tidak pernah mendengar terjadinya kisruh politik yang berarti di negeri Paman Sam. Sepertinya negara ini merasakan kenikmatan hidup di bawah sistem pemerintahan republik federal. Benarkah demikian?

Ternyata anggapan kita keliru. Beberapa negara bagian sejak tiga tahun yang lalu telah menyatakan kemerdekaannya. Beberapa negara bagian yang menuntut kemerdekaan itu antara lain terdiri dari ribuan mil wilayah North Dakota, South Dakota, Nebraska, Wyoming, dan Montana. Selanjutnya negara baru ini dinamakan dengan Republik Lakota.

Data tentang republik ini adalah sebagai berikut;

Kota terbesar : Omaha
Bahasa resmi : Bahasa Lakota (de facto) dan Bahasa Inggris (de facto)
Pemerintahan : Konfederasi (diusulkan)
Kemerdekaan : dari Amerika Serikat
– Deklarasi 19 Desember 2007
– Pengakuan Tidak diakui
Luas : – Total 200. 000 km2
Penduduk : – th 2005 diperkirakan 100. 000

Di sinilah letak wilayah Republik Lakota atau lakotah
Letak Republik Lakotah

Letak Republik Lakotah

Lebih detail lagi wilayah Republik Lakota adalah sebagai berikut
Wilayah Lakota

Wilayah Lakota

Beberapa hal yang mendorong suku lakota menuntut kemerdekaan adalah;
- Pelanggaran terhadap perjanjian Black Hill sebagai tanah suci Suku Lakota oleh federal
- Kepala sukunya disingkirkan melalui penghianatan
- Federal tidak lagi mensuport makanan, pakaian, dan perumahan bagi sukunya seperti yang dijanjikan
- Rakyat suku Lakota semakin miskin dan sengsara

Radio Nederland pernah melaporkan, bahwa Lakota ini menyatakan mereka menolak perjanjian yang pernah mereka sepakati dengan pemerintah di Washington. Mereka berpendapat pemerintah Amerika Serikat melanggar perjanjian ini. Delegasi suku Lakota mengunjungi Washington untuk minta dukungan dan bertamu di kedutaan besar Bolivia, Chili dan Afrika Selatan. Suku yang tersebar di 5 negara bagian ini akan mendirikan negara tanpa pajak dan mengeluarkan paspor dan surat ijin mengemudi.

Allahu akbar, memang proklamasi ini masih belum diakui oleh masyarakat internasional. Namun marilah berdo’a, semoga kehancuran Amerika Serikat semoga didekatkan oleh Allah….

Sabtu, 17 Oktober 2009

Pengguna Ponsel Beresiko Terserang Tumor Otak

Peneliti mendapati, penggunaan telepon genggam selama satu dasawarsa atau lebih lama, mengakibatkan peningkatan 18 persen resiko tumor otak

Hidayatullah.com--Pengguna telepon selular menghadapi resiko lebih besar terserang tumor otak, demikian laporan media, Kamis, mengutip penelitian paling akhir dari AS yang meneliti hubungan lemah antara telepon selular dan tumor otak, namun tak ada petunjuk jelas mengenai apa resiko yang dihadapi pengguna telepon selular.

"Kami tak dapat membuat kesimpulan pasti mengenai ini," kata Dr Deepa Subramaniam, Direktur "Brain Tumor Center" di "Georgetown Lombardi Comprehensive Cancer Center" di Washington DC.

"Tetapi studi ini, selain berbagai studi sebelumnya, terus meninggalkan keraguan yang menggelayuti mengenai potensi peningkatan resiko. Jadi, satu kali lagi, setelah bertahun-tahun, kami tak memiliki jawaban jalan-pintas."

Namun, Joel Moskowitz, penulis senior studi itu, mengatakan bahwa "jelas ada resiko". Ia adalah Direktur di "Center for Family and Community Health" di University of California, Berkeley.

"Saya takkan mengizinkan anak-anak menggunakan telepon selular, atau saya setidaknya akan mengharuskan mereka menggunakan perangkat `headset` terpisah," kata Moskowitz.

"Kelihatannya kita semua lalai sebagai masyarakat atau sebagai (penghuni) satu planet karena semata-mata menyebar-luaskan teknologi ini sampai tahap yang kita hadapi sekarang, tanpa melakukan penelitian yang lebih menyeluruh mengenai potensi bahaya dan cara melindungi diri dari bahaya itu. Jelas, kita perlu mempelajari jauh lebih banyak lagi mengenai teknologi ini," katanya.

Para peneliti mendapati bahwa penggunaan telepon genggam selama satu dasawarsa atau lebih lama lagi mengakibatkan peningkatan 18 persen resiko tumor otak, yang mungkin muncul di bagian tempat telepon itu digunakan, kata Moskowitz.

Namun Moskowitz, sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi China, Xinhua, percaya bahwa juga ada potensi bahaya di bagian lain tubuh --pada aurat, misalnya-- ketika telepon tersebut ditaruh di saku.

Dengan banyaknya orang di seluruh dunia menggunakan telepon selular, bahkan resiko kecil pun dapat diterjemahkan (berkembang) menjadi penyakit dan kematian, ia menegaskan.

Moskowitz memperingatkan, "Kita perlu melakukan banyak penelitian yang jauh lebih menyeluruh karena tebusannya benar-benar mahal. Kelihatannya lebih bijaksana jika Anda lebih berhati-hati mengenai ini, terutama pada anak-anak, yang memiliki jaringan masih berkembang dan ukuran tempurung serta otak yang lebih kecil."

Tahun lalu, Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan AS menyerukan penelitian lebih lanjut mengenai resiko yang ditimbulkan oleh penggunaan telepon selular untuk waktu lama.

Lembaga tersebut mendesak agar penelitian seperti itu dipusatkan pada kesehatan anak, perempuan hamil dan janin, serta pekerja, yang menjadi sasaran pajanan (exposure) tinggi dalam pekerjaan. [ant/www.hidayatullah.com]

ilustrasi:http://www.technologyindonesia.com

Penyesalan Ahli Neraka Karena Masalah Ketaatan

Kitab Suci Al-Qur’an seringkali menggambarkan berbagai bentuk penyesalan para penghuni Neraka. Salah satu di antara bentuk penyesalan itu berkaitan dengan urusan ”ketaatan”.

Kelak para penghuni Neraka pada saat tengah mengalami penyiksaan yang begitu menyengsarakan berkeluh kesah penuh penyesalan mengapa mereka dahulu sewaktu di dunia tidak mentaati Allah dan Rosul-Nya.

Kemudian mereka menyesal karena telah menyerahkan kepatuhan kepada para pembesar, pemimpin, Presiden, Imam, Amir, Qiyadah dan atasan mereka yang ternyata telah menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Akhirnya, karena nasi telah menjadi bubur, mereka hanya bisa mengharapkan agar para mantan pimpinan mereka itu diazab oleh Allah dua kali lipat daripada azab yang mereka terima. Bahkan penghuni Neraka akhirnya mengharapkan agar para mantan pimpinan mereka itu dikutuk dengan kutukan yang sebesar-besarnya. Semoga Allah melindungi kita dari penyesalan demikian. Na’uzubillahi min dzaalik..!

”Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS Al Ahzab: 66-68)

Gambaran di atas merupakan suatu gambaran yang sungguh mengenaskan. Bagaimana kumpulan manusia yang sewaktu di dunia begitu menghormati dan mempercayai para pembesar dan pemimpin mereka, tiba-tiba setelah sama-sama dimasukkan Allah ke dalam derita Neraka mereka baru sadar ternyata telah ditipu oleh para pemimpin tersebut sehingga berbalik menjadi pembenci dan pengutuk para mantan pembesar dan pemimpin tersebut. Mereka terlambat menyadari jika telah dikelabui dan disesatkan dari jalan yang benar. Mereka terlambat menyadari bahwa sesungguhnya para pemimpin dan pembesar itu tidak pernah benar-benar mengajak dan mengarahkan mereka ke jalan yang mendatangkan keridhaan dan rahmat Allah.

Itulah sebabnya tatkala Allah menyuruh orang-orang beriman mentaati Allah dan Rosul-Nya serta ”ulil amri minkum” (para pemimpin di antara orang-orang beriman) saat itu juga Allah menjelaskan kriteria ”ulil amri minkum” yang sejati. Yaitu mereka yang di dalam kepemimpinannya bilamana menghadapi perselisihan pendapat maka Allah (Al-Qur’an) dan Rosul-Nya (As-Sunnah/Al-Hadits) menjadi rujukan mereka dalam menyelesaikan dan memutuskan segenap perkara.

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisaa: 59)

Benar, Islam sangat menganjurkan kita semua supaya taat kepada pemimpin, namun pemimpin yang seperti apa? Apakah patut kita mentaati para pembesar dan pemimpin bilamana mereka tidak pernah menjadikan AlQur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan untuk menyelesaikan berbagai problema yang muncul? Mereka lebih percaya kepada hukum dan aturan bikinan manusia, bikinan para legislator, daripada meyakini dan mengamalkan ketentuan-ketentuan Allah dan RasulNya. Pantaslah bilamana masyarakat yang sempat menghormati dan mempercayai para pembesar dan pemimpin seperti ini sewaktu di dunia kelak akan menyesal ketika sudah masuk Neraka. Bahkan mereka akan berbalik menyerang dan memohon kepada Allah agar para ulil amri gadungan tersebut diazab dan dikutuk...!

Tetapi kesadaran dan penyesalan di saat itu sudah tidak bermanfaat sama sekali untuk memperbaiki keadaan. Sehingga Allah menggambarkan bahwa pada saat mereka semuanya telah divonis menjadi penghuni Neraka lalu para pengikut dan pemimpin berselisih di hadapan Allah sewaktu di Padang Mahsyar. Para pengikut menuntut pertanggungjawaban dari para pembesar, namun para pembesar itupun cuci tangan dan tidak mau disalahkan.

Para pemimpin saat itu baru mengakui bahwa mereka sendiri tidak mendapat petunjuk dalam hidupnya sewaktu di dunia, sehingga wajar bila merekapun tidak sanggup memberi petunjuk sebenarnya kepada rakyat yang mereka pimpin. Mereka mengatakan bahwa apakah mau berkeluh kesah ataupun bersabar sama saja bagi mereka. Hal itu tidak akan mengubah keadaan mereka barang sedikitpun. Baik pemimpin maupun rakyat sama-sama dimasukkan ke dalam derita Neraka.

”Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: "Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri". (QS Ibrahim: 21)

Allah menggambarkan bahwa kumpulan pengikut taqlid dan pemimpin sesat ini adalah kumpulan orang-orang zalim. Para pemimpin sesat akan berlepas diri dari para pengikut taqlidnya. Sedangkan para pengikut taqlid bakal menyesal dan berandai-andai mereka dapat dihidupkan kembal ke dunia sehingga mereka pasti berlepas diri, tidak mau loyal dan taat kepada para pemimpin sesat tersebut. Tetapi semuanya sudah terlambat.

”Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka.” (QS Al-Baqoroh: 165-167)

Oleh: Ustadz Ihsan Tanjung - Eramuslim

Selasa, 06 Oktober 2009

SIAPAKAH ULIL AMRI ITU ????

Oleh: Ust. Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)

Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul yang paling agung Nabi Muhammad, kepada keluarganya dan para shahabatnya seluruhnya.

Ikhwani fillah… materi kali ini, kita akan meluruskan pemahaman yang ada di masyarakat berkenaan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)

Ayat ini adalah ayat yang sering kita dengar dan digunakan oleh banyak orang dalam rangka mewajibkan masyarakat untuk taat kepada pemerintah Republik Indonesia ini. Oleh karena itu perlu kiranya kita meninjau kembali atau meluruskan posisi ayat ini secara proporsional. Mari kita pahami siapa orang-orang yang beriman dalam ayat tersebut dan kaitannya dengan realita Pemerintahan Republik Indonesia ini…

Tinjauan ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)

“Hai orang-orang yang beriman…”, ini adalah khithab (seruan) terhadap orang-orang yang beriman. “…taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”, ulil amri adalah ulil amri dari kalangan kalian, yaitu pemimpin muslim atau pemimpin yang mukmin, itu adalah pengertian sederhananya.

Jadi, pemimpin yang harus ditaati ─tentunya selain dalam maksiat─ adalah pemimpin muslim, karena Allah mengatakan “min kum” (dari kalangan kalian) setelah mengkhithabi “hai orang-orang yang beriman”.

Orang yang beriman atau orang muslim yang berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma adalah orang yang beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, berikut ini adalah penjabarannya:

1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al Baqarah: 256:

“Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang teguh pada al ‘urwah al wutsqa”.

Al ‘urwah al wutsqa adalah buhul tali yang amat kokoh, yaitu Laa ilaaha illallaah, artinya barangsiapa kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia itu orang yang mengamalkan Laa ilaaha illallaah, orang yang sudah masuk Islam, karena pintu masuk Islam adalah dengan perealisasian Laa ilaaha illallaah sebagaimana ini adalah rukun Islam yang pertama.

Orang tidak dikatakan beriman kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut. Jika orang beriman kepada Allah tapi dia tidak kafir kepada thaghut maka ia bukan orang yang beriman, ia bukan muslim… itu berdasarkan nash Al Qur’an. Maka dari itu Allah dalam ayat ini mendahulukan kafir kepada thaghut (Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah) supaya tidak ada orang yang mengklaim behwa dirinya beriman kepada Allah padahal dia belum kafir kepada thaghut pada realita yang dia kerjakan.

2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali Imran: 64:

“Katakanlah (Muhammad): “Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim”.

Jadi, yang diserukan kepada ahli kitab adalah pengajakan untuk berkomitmen dengan Laa ilaaha illallaah, ibadah kepada Allah dan meninggalkan penyekutuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di ujung ayat Allah menyatakan; “jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim”, maksudnya jika mereka berpaling dan tidak mau meninggalkan para arbab itu maka saksikanlah bahwa kami ini orang muslim dan kalian bukan orang muslim.

Berdasarkan ayat itu kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang tidak merealisasikan apa yang dituntut oleh ayat ini, yaitu ibadah hanya kepada Allah, meninggalkan sikap penyekutuan sesuatu dengan-Nya dan meninggalkan sikap menjadikan selain Allah sebagai arbab, maka orang yang tidak mau meninggalkan hal itu adalah bukan orang muslim.

3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat At Taubah: 5:

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan”

Taubat dari apa…? Taubat dari kemusyrikan dan segala kekafiran, maksudnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum muslimin untuk melakukan pembunuhan, pengepungan dan pengintaian apabila orang-orang itu sudah taubat dari segala kemusyrikan dan kekafiran, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, berarti orang muslim itu tidak boleh diganggu. Maka orang yang tidak taubat dari kemusyrikannya berarti dia itu bukan orang muslim.

4. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat At Taubah: 11:

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian saru agama”.

Jika mereka bertaubat (dari kemusyrikannya), maka mereka adalah saudara satu agama, maksudnya mereka itu orang-orang muslim, karena sesame muslim adalah saudara, sebagaimana dalam surat Al Hujurat: 10:

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”.

Berarti jika sebaliknya, dia tidak mau meninggalkan kesyirikannya meskipun dia shalat, zakat, dan melakukan ibadah lainnya, maka dia bukan ikhwan fiddin (saudara satu agama) dan berarti dia bukan orang mukmin, karena ukhuwah imaniyyah itu tidak terlepas dengan dosa-dosa bisaa, akan tetapi dengan kesyirikan dan kekufuran. Dan dalam surat Al Baqarah: 178 dikatakan:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya…”

Dalam ayat ini, sang pembunuh dan keluarga yang dibunuh tetap dipersaudarakan. Membunuh sesama muslim adalah dosa besar, tapi tidak menjadikan seseorang keluar dari Islam selama dia tidak menghalalkannya.

Demikianlah beberapa dalil tentang orang yang beriman dari Al Qur’an, sedangkan berikut ini adalah beberapa dalil dari As Sunnah:

1. Dalam hadits Bukhariy dan Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang haq) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, bila mereka melakukan hal itu, maka mereka terjaga darah dan hartanya dari saya, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka adalah atas Allah”

Rasulullah tidak berhenti memerangi manusia sampai mereka komitmen dengan Laa ilaaha illallaah, iman kepada Allah dan kufur kepada thaghut serta mengakui risalah yang dibawa beliau kemudian membenarkannya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Ini sama dengan penjelasan sebelumnya

2. Dalam hadits Bukhariy yang dari Abu Malik Al Asyja’iy radliyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedang perhitungannya atas Allah ta’ala”.

Seseorang dikatakan haram darah dan hartanya, dalam arti dia itu dikatakan muslim, bila komitmen dengan Laa ilaaha illallaah ─iman kepada Allah dan kafir kepada thaghut─, yaitu kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka barulah dikatakan muslim mukmin.

Dan berikut ini adalah beberapa Ijma dari para ulama Ahlus Sunnah:

¯ Syaikh Abdurrahman ibnu Hasan rahimahullah mengatakan: “Para ulama salaf dan khalaf, dari kalangan shahabat, tabi’in, para imam dan seluruh Ahlus Sunnah telah ijma, bahwa seseorang tidak menjadi muslim kecuali dengan mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya”. (Ad Durar As Saniyyah: 11/545-546).

Dalam hal ini orang tidak dikatakan muslim bila tidak mengosongkan dirinya dari syirik akbar, tidak berlepasdiri darinya dan dari para pelakunya. Ini adalah ijma (kesepakatan) ulama… maka perhatikanlah.

Oleh sebab itu, jika masih atau belum berlepas diri daripada kemusyrikan, maka dia itu belum muslim meskipun dia melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang lainnya. Dan selagi dia belum mengosongkan diri dari kesyirikan, maka dia belum muslim walaupun dia shalat, zakat, haji, dan yang lainnya…

¯ Syaikh Sulaiman ibnu Abdillah ibnu Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan: “SEKEDAR mengucapkan Laa ilaaha illallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinya berupa komitmen dengan tauhid dan meninggalkan syirik akbar serta kafir terhadap thaghut, maka sesungguhnya (pengucapan) itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma” (nukilan ijma dari kitab Taisir Al ‘Aziz Al Hamid)

Orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat, zakat, shaum dan walaum haji berkali-kali, akan tetapi jika dia tidak meninggalkan syirik akbar, tidak kafir terhadap tahghut, maka dia itu bukan muslim dan tidaklah manfaat pengucapan Laa ilaaha illallaah-nya.

¯ Syaikh Hamd ibnu ‘Athiq rahimahullah mengatakan: “Ulama ijma (sepakat), bahwa orang yang memalingkan satu macam dari dua do’a kepada selain Allah, maka dia telah musyrik walaupun mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat dan zakat serta mengaku muslim”. (Ibthalut Tandid Bikhtishar Syarh Kitab Tauhid, hal: 67)

Do’a ada dua macam; yaitu do’a yang berupa permohonan yang bisaa kita ketahui, dan do’a berupa ibadah seperti; shalat, shaum, zakat, haji, penyandaran hukum, dan lain-lain.

Jadi, bila seseorang memalingkan satu macam ibadah saja kepada selain Allah, maka dia itu musyrik meskipun mengucapkan kalimat tauhid, shalat, shaum, zakat dan mengaku sebagai seorang muslim.

¯ Syaikhul Islam Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan tentang para pengikut Musailamah Al Kadzdzab dalam Syarh Sittati Mawadli Minash Shirah dalam Mujmu’atut tauhud hal. 23: “Di antara mereka ada yang mendustakan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kembali menyembah berhala seraya mengatakan: “Seandainya dia (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) itu adalah Nabi, tentulah tidak akan mati”. Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat, akan tetapi dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menyertakan dia di dalam kenabian, ini karena Musailamah mengangkat para saksi palsu yang bersaksi baginya akan hal itu, namun demikian para ulama ijma bahwa mereka adalah orang-orang murtad meskipun mereka jahil akan hal itu. Dan siapa yang meragukan kemurtaddan mereka, maka dia kafir”

Bila saja orang yang tidak melakukan kesyirikan, akan tetapi mengangkat seorang manusia bisaa sederajat dengan nabi maka ia telah divonis murtad dan segala amal ibadahnya tidak dianggap, dan bahkan diperangi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq dan para shahabat lainnya… maka apa gerangan dengan orang yang mengangkat makhluk pada derajat uluhiyyah (ketuhanan) dengan cara memberikan satu atau beberapa macam dari sifat-sifat khusus ketuhanan…?? Maka ini lebih syirik lagi, lebih kafir lagi dan lebih murtad lagi jika sebelumnya dia mengaku muslim !

¯ Beliau (Muhammad ibnu Abdil Wahhab) rahimahullah juga menukil ijma tentang pengkafiran penguasa ‘Ubaidiyyin di Mesir. Beliau berkata dalam suratnya kepada Ahmad ibnu Abdil Karim Al Ahsaa’iy, beliau menjelaskan: “Di antara kisah yang terakhir adalah kisah Bani ‘Ubaid, para penguasa Mesir dan jajarannya, mereka itu mengaku sebagai ahlul bait, mereka shalat jama’ah dan shalat jum’at, mereka juga mengangkat para qadliy dan mufti, akan tetapi ulama ijma akan kekafiran mereka, kemurtaddannya, keharusan untuk memeranginya, serta bahwa mereka adalah negeri harbiy, wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci kepada mereka” (Tarikh Nejd: 346)

Pada saat itu kajian ada, kesempatan belajar juga ada, shalat juga mereka lakukan bahkan mereka (Bani ‘Ubaid) yang menjadi imamnya, akan tetapi ulama ijma bahwa mereka itu orang-orang murtad kafir harbiy, karena mereka menampakkan kesyirikan akbar.

Demikianlah dalil-dalil dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma yang mengatakan bahwa orang tidak dikatakan sebagai orang muslim, kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut. Sedangkan thaghut yang paling besar di antara thaghut-thaghut zaman sekarang ini adalah thaghut hukum dan perundang-undangan berikut para pembuat hukum dan pemutus hukum yang berpedoman dengannya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan dalam surat An Nisa: 60:

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?. Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepada thaghut itu”.

Dalam ayat tersebut tersirat keheranan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena ada orang yang mengaku beriman kepada Al Qur’an dan mengatakan bahwa Al Qur’an adalah kitab suci serta pedoman hidup, akan tetapi ketika ada masalah, mereka malah merujuk kepada hukum thaghut… padahal hukum thaghut bukanlah hukum yang Allah turunkan, sedangkan Allah sudah memerintahkan untuk kafir dan menjauhi thaghut.

Hukum yang dibuat oleh manusia merupakan bisikan syaitan jin, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya…” (Al An’am: 121)

dan digulirkan oleh syaitan-syaitan manusia, maka itulah thaghut yang dimaksudkan firman Allah dalam surat An Nisa: 60. Maka segala hukum produk manusia dengan segala bentuknya, baik yang dibuat dalam bingkai demokrasi atau yang lainnya, maka selama itu bukan hukum yang berasal dari Allah berarti itu adalah thaghut, karena hanya ada dua macam hukum; hukum Allah atau hukum thaghut. Sedangkan seseorang tidak dikatakan muslim jika tidak kafir kepada thaghut hukum ini, atau pembuatnya dari kalangan syaitan manusia atau pembisiknya dari kalangan syaitan jin.

Jika kita sudah memahami bahwa orang muslim itu adalah orang yang berlepas diri dari kesyirikan. Orang muslim adalah orang yang mentauhidkan Allah dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan, maka dia adalah seorang mukmin dimana saja dan kapan saja. Sebaliknya, jika orang tidak merealisasikan hal ini, dalam arti walaupun dia beribadah kepada Allah akan tetapi di samping beribadah kepada Allah dia tidak kafir kepada thaghut, tapi justeru malah membela-bela atau loyal kepada thaghut, maka dia bukan orang muslim.

Kemudian mari kita lihat realita pemerintahan NKRI ini, apakah mereka kafir kepada thaghut dan iman hanya kepada Allah sehingga mereka mendapat predikat mukmin, sehinggga mereka menjadi ulil amri yang wajib ditaati sebagaimana penjelasan surat An Nisa: 59 tadi ? atau justeru sebaliknya…

Tinjauan Realita Pemerintah NKRI Bila Dipandang Dari Sisi Tauhid Hukum

1. Mereka Menjadi Thaghut

Kenapa demikian ?, ini karena mereka dengan dewan legislatifnya dan sebagian eksekutifnya mengklaim sebagai pembuat hukum, mengklaim yang berhak membuat hukum dan perundang-undangan, bahkan mereka telah membuat dan memutuskan, maka mereka adalah thaghut itu sendiri. Mereka menjadi pembuat hukum yang hukumnya diikuti (baca: diibadati) oleh ansharnya.

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu”. (An Nisa: 60)

Banyak masyarakat atau anshar thaghut atau siapa saja di antara mereka, ketika memiliki kasus di negeri ini, apakah mereka mengajukan kasusnya kepada hukum Allah ataukan kepada hukum selaim hukum Allah ? tentu mereka mengajukannya kepada hukum selain hukum Allah, yang mana hukum itu dibuat oleh para thaghut tadi di gedung Palemen, baik yang ada di lembaga legislatif atau lembaga eksekutif maupun para pemutusnya di dewan yudikatif.

Mereka adalah thaghut, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalan Risalah Fie Ma’na Thaghut, bahwa pentolan thaghut yang kedua adalah “Penguasa Dzalim Yang Merubah Ketentuan Allah”. Sedangkan di negeri ini, semua hukum Allah dirubah… mulai dari hukum pidana, perdata, ekonomi, dan lain-lain. Semua dicampakkan dan mereka sepakat tidak memakai hukum yang Allah turunkan. Sedangakan sesorang tidak bisa dikatakan sebagai orang muslim kecuali bila kafir kepada thaghut. Dan dalam hal ini mereka sendiri adalah thaghutnya.

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 31)

Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:

1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib

2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib

3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah

4. Mereka telah musyrik

5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi rab.

Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib)

Ketika mereka menyandarkan hak hukum dan pembuatan hukum (tasyri’) kepada selain Allah, maka yang mengaku memiliki hak membuat hukum ini disebut arbab, yaitu yang memposisikan dirinya sebagau tuhan pengatur selain Allah. Saat hukum itu digulirkan dan diikuti, maka itu adalah arbab yang disembah. Orang yang sepakat di atas hukum ini atau yang mengacu atau yang merujuk pada hukum yang mereka gulirkan itu adalah orang yang Allah vonis sebagai orang musyrik yang menyembah atau mengibadati atau mempertuhankan mereka serta telah melanggar Laa ilaaha illallaah.

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al An’am: 121)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan tentang keharaman bangkai, dan Allah juga menjelaskan tentang tipu daya syaitan. Kita mengetahui bahwa bangkai adalah haram, namun dalam ajaran orang musyrik Quraisy mereka menyebutnya sebagai sembelihan Allah.

Dalam hadits dengan sanad yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhu: Orang musyrikin datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Hai Muhammad, kambing mati siapa yang membunuhnya ?”, Rasulullah mengatakan: “Allah yang membunuhnya (mematikannya)”, kemudian orang-orang musyrik itu mengatakan: “Kambing yang kalian sembelih dengan tangan kalian, maka kalian katakan halal, sedangakan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang Mulia dengan pisau dari emas kalian katakan haram, berarti sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”.

Ini adalah ucapan kaum musyrikin kepada kaum muslimin, dan Allah katakan bahwa itu adalah bisikan syaitan terhadap mereka (Dan sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu) untuk mendebat kaum muslimin agar setuju atas penghalalan bangkai, lalu setelah itu Allah peringatkan kepada kaum muslimin jika menyetujui dan mentaati mereka, menyandarkan kewenangan hukum kepada selain Allah meski hanya dalam satu hukum atau kasus saja (yaitu penghalalan bangkai) dengan firman-Nya “Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”.

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan bahwa:

1. Hukum yang bukan dari-Nya adalah wahyu syaitan.

2. Para penggulirnya (yang mengklaim dirinya berhak membuat hukum) dari kalangan manusia disebut wali-wali syaitan.

3. Yang menyetujuinya atau yang taat atau yang merujuk kepadanya disebut musyrikun.

Bila satu hukum saja dipalingkan dalam hak pembuatannya kepada selain Allah, maka berdasarkan ayat tadi, bahwa orang yang membuat hukum itu disebut wali-wali syaitan (tahghut) yang telah mendapat wahyu atau wangsit dari syaitan, sedangkan orang yang mentaatinya atau setuju dengan hukum buatan tersebut adalah divonis sebagai orang musyrik.

Sedangkan yang ada di NKRI ─dan negara-negara lainnya─ adalah bukan satu, dua, tiga, sepuluh, atau seratus hukum saja, akan tetapi seluruh hukum yang ada di sini adalah bukan dari Allah, tapi dari wali-wali syaitan yang mendapat wahyu dari syaitan jin, baik wali-wali syaitan itu dahulunya orang Belanda (yang mewariskan KUHP) ataupun wali-wali syaitan zaman sekarang yang duduk di kursi parlemen, yang membuat, yang merancang, yang menggodok, atau apapun namanya dan siapapun yang membuat hukum, maka pada hakikatnya mereka adalah wali-wali syaitan dan hukum yang mereka gulirkan hakikatnya adalah hukum syaitan.

Perhatikanlah… jika saja orang-orang yang SEKEDAR mentaati mereka maka Allah memvonisnya sebagai orang musyrik, maka apa gerangan dengan pembuatnya atau orang yang memutuskan dengannya atau orang yang memaksa masyarakat untuk tunduk kepadanya dengan menggunakan besi dan api (kekuatan dan senjata)…?!!

4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka dalam dien (ajaran/hukum) ini apa yang tidak diizinkan Allah ?”. (Asy Syura: 21)

Dalam ayat tersebut, siapa saja yang membuat syari’at atau hukum atau undang-undang atau ajaran yang tidak diizinkan oleh Allah dinamakan syuraka (sekutu-sekutu), karena mereka memposisikan dirinya untuk diibadati dengan cara menggulirkan hukum agar diikuti. Mereka merampas hak pembuatan hukum dari Allah, mereka merancang, menggodok, dan menggulirkan di tengah masyarakat. Sedangkan orang-orang yang mentaati atau mengikuti hukum itu disebut orang yang menyembah syuraka tersebut.

2. Mereka berhukum dengan selain hukum Allah atau memutuskan dengan hukum thaghut

Mereka berhukum dengan hukum thaghut, karena selain hukum Allah yang ada hanyalah hukum jahiliyyah atau hukum thaghut, ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al Maidah: 44:

“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir”.

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”

Dalam ayat-ayat di atas, orang yang memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan adalah orang-orang kafir, sedangkan pemerintah di negeri ini tidak memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, akan tetapi memutuskan dengan hukum thaghut. Maka merekapun divonis kafir berdasarkan ayat-ayat seperti ini, bahkan Allah mevonis orang-orang yang seperti ini sebagai orang-orang zalim dan fasiq dalam surat Al Maidah: 45 & 47.

Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan dalam Risalah Fie Makna Thaghut, tentang Ruusuth Thawaghit (tokoh-tokoh para thaghut) yang ketiga yaitu: Yang Memutuskan Dengan Selain Apa Yang Allah Turunkan.

Jadi pemutus hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah adalah bukan sekedar thaghut, akan tetapi termasuk pentolan thaghut. Sedangkan iman kepada Allah tidak sah kecuali dengan kafir terhadap thaghut, lalu bagaimana mungkin Pemerintah NKRI ini dikatakan sebagai pemerintah muslim mukmin, sedangkan mereka bukan sekedar thaghut, akan tetapi salah satu tokohnya thaghut… maka mereka bukan hanya sekedar kafir, tapi amat sangat kafir !.

3. Mereka merujuk kepada hukum thaghut, baik thaghut lokal, regional maupun internasional

Disaat menghadapi masalah, masalah apa saja, maka pemerintah ini tidak merujuknya kepada hukum Allah, tapi kepada hukum thaghut yang bersifat lokal (seperti Undang Undang Dasar atau undang-undang atau yang lainnya), atau hukum-hukum regional, atau hukum-hukum yang ditetapkan oleh mahkamah Internasional PBB. Sungguh… mereka tidak merujuk kepada Al Qur’an atau As Sunnah, akan tetapi merujuk kepada selainnya. Sedangkan dalam surat An Nisa: 60 tadi; Allah merasa heran atas klaim orang-orang yang mengaku telah beriman kepada Al Qur’an dan kitab-kitab Allah sebelumnya, orang-orang yang ketika punya masalah justeru ingin berhakim (mengadukan urusan) kepada thaghut. Perhatikanlah, dalam ayat tersebut sekedar ingin berhukum kepada thaghut sudah Allah nafikan keimanannya, imannya dianggap sekedar klaim dan kebohongan belaka, maka apa gerangan dengan orang-orang yang benar-benar bersumpah untuk merujuk kepada hukum thaghut…?!

Pemerintah ini, ketika masuk PBB diwajibkan untuk berikrar setuju atas segala peraturan yang digariskannya, begitu juga ketika jajaran pemerintahan dewan legislatif, eksekutif, yudikatif terbentuk, setiap orang diwajibkan bersumpah setia untuk menjalankan hukum negara, inilah syahadat mereka ! inilah bai’at mereka. Apakah di Negara ini ada bai’at untuk taat setia kepada Al Qur’an dan As Sunnah ? tentu jawabannya tidak ada ! maka dari itu setelah bai’at kepada Undang Undang Dasar selesai, mereka selalu mengacu kepadanya, jika seorang Presiden misalnya menyimpang, maka DPR/MPR akan memprotesnya dan mengatakan: “Presiden telah melanggar Undang Undang Dasar atau undang-undang atau… atau…” dan tidak akan mengatakan “Presiden telah melanggar Al Qur’an ayat sekian…” Andaikata seluruh isi Al Qur’an dilanggarpun, maka mereka tidak akan mempermasalahkannya, asal tidak melanggar “hukum suci” mereka, yaitu Undang Undang Dasar 1945 dan undang-undang turunannya.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang berhakim dengan hukum Allah yang telah dihapus adalah kafir, beliau menyatakan: “Barangsiapa meninggalkan hukum yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada Muhammad ibnu Abdillah penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum (Allah) yang sudah dihapus, maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang mengacu kepada Ilyasa (Yasiq) dan dia mendahulukannya daripada ajaran Allah, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin” (Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119)

Ilyasa adalah kitab hukum yang dibuat oleh Jenggis Khan raja Tartar. Kitab ini merupakan kumpulan yang sebagiannya diambil dari Taurat orang Yahudi, Injil orang Nashrani, Al Qur’an dan ajaran ahli bid’ah ditembah dengan hasil buah fikirannya lalu dikodifikasikan menjadi sebuah kitab yang disebut Ilyasa atau Yasiq. Para ulama muslimin sepakat mengatakan bahwa siapa saja yang merujuk kepada kitab hukum ini, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin. Maka demikian pula dengan Yasiq ‘Ashri (Yasiq Modern), yaitu Undang Undang Dasar, KUHP, dan lain-lain, dimana hukum itu diambil dari orang-orang Nashrani (seperti orang Belanda dengan KUHPnya), dan ada juga dari Islam seperti masalah pernikahan.

Jadi ternyata serupa, maka siapa saja yang merujuk pada Yasiq modern ini, maka iapun kafir dengan ijma kaum muslimin, sedangkan perujukan-perujukan ini telah dilakukan oleh pemerintah NKRI ini…!!

4. Mereka menganut sistem Demokrasi

Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kedaulatan/kekuasaan). Sistem ini merupakan penyerahan hak hukum atau kedaulatan kepada rakyat. Sistem perwakilan yangada di dalamnya memberikan hak ketuhanan kepada wakil rakyat yang didik di parlemen untuk membuat, menetapkan dan memutuskan hukum.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk perampasan hak khusus Allah dalam At Tasyri’ (pembuatan, penetapan dan pemutusan hukum atau undang-undang). Hak ini adalah hak khusus Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hak khusus rububiyyah dan uluhiyyah Allah, hak khusus yang seharusnya disandarkan oleh makhluk hanya kepada Allah. Akan tetapi demokrasi merampasnya dan justeru hak itu diberikan kepada makhluk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Hak memutuskan hukum itu hanyalah khusus kepunyaan Allah. Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah dian yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf: 40)

firman-Nya “Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”, bermakna: Kalian diperintahkan untuk tidak menyandarkan hukum kecuali kepada Allah, karena Allah-lah yang berhak untuk membuatnya, untuk menentukannya. Dan dalam ayat ini penyandaran hukum kepada Allah disebut ibadah. Sedangkan dalam demokrasi; hukum disandarkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya, maka demokrasi adalah sistem syirik, karena memalingkan ibadah penyandaran hukum kepada selain Allah.

Demokrasi adalah sistem syirik yang membangun pilar-pilarnya di atas sekularisme, di atas kebebasan; bebas meyakini apa saja walaupun pendapat syirik atau kekafiran sekalipun. Demokrasi tidak mewajibkan menusia untuk taat kepada ajaran Allah, tapi harus taat kepada kesepakatan rakyat, tatanan perundang-undangan yang berlaku, yang mana notabene adalah hukum buatan manusia.

5. Mereka memiliki Idiologi/falsafah/asas/pedoman/petunjuk hidup/nafas bangsa, yaitu Pancasila.

Pancasila adalah dien, karena dien adalah jalan hidup, agama, aturan dan pedoman hidup, falsafah atau silahkan orang menyebutnya apa saja… tapi yang jelas Pansacila adalah dien. Ini singkat saja kita tinjau.

Dalam Pancasila dikatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi kita tidak tahu siapa yang dimaksud, karena Pancasila mengakui berbagai agama dengan tuhan-tuhannya masing-masing yang beraneka ragam. Maka cukuplah falsafah ini menjadi sesuatu yang rancu bagi orang yang berakal.

6. Tawalliy (loyalitas penuh) kepada kaum musyrikin

Mereka loyal kepada Perserikatan Bangsa Bangsa, tunduk kepada undang-undang internasional dan peraturan lainnya yang adala dlam tubuh PBB. Apapun yang ditetapkannya maka otomatis diikuti. Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum muslimin untuk loyal kepada orang-orang kafir, Allah menyatakan dalam surat Al Maidah: 51:

“Siapa saja yang tawalliy di antara kalian terhadap mereka maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka”

7. Mereka memperolok-olok ajaran Allah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang segala bentuk kemungkaran, sedangkan pemerintahan Negara ini justeru memberikan izin bagi beroperasinya tempat-tempat kemungkaran dengan dalih tempat hiburan), membiarkan berkembangnya media-media penebar kesyirikan, kekufuran, kerusakan dan kebejatan (dengan dalih kebebasan pers dan kebebasan berekspresi) dan lain-lain. Itu adalah beberapa perolok-olokan terhadap ajaran Allah, sedangkan memperolok-olok ajaran Allah adalah kekafiran. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. (At Taubah: 65-66).

Intinya, jelaslah bahwa Negara dan pemerintahan ini kekafirannya berlipat-lipat. Setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah dan tidak tunduk pada aturan Allah, maka negara tersebut adalah negara kafir, negara dzalim, negara fasiq dan negara jahiliyyah berdasarkan firman-firman Allah tersebut. Begitu juga pemerintahnya, karena tidak akan berdiri suatu negara tanpa ada pemerintah pelaksananya.

Setelah memahami hal ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa TIDAK BENAR ketika orang memerintahkan kaum muslimin untuk loyal kepada pemerintah semacam ini dengan menggunakan dalil surat An Nisa: 59, karena ulil amri dalam ayat tersebut adalah “dari kalangan kalian” yang berarti dari kalangan orang-orang yang beriman, sedangkan pemerintahan NKRI ini sudah kita ketahui bahwa mereka BUKAN orang-orang yang beriman, akan tetapi justeru mereka adalah adalah thaghut, orang musyrik, orang-orang kafir, orang-orang murtad. Jadi, jelaslah tidak sesuai dengan pemerintah ini.

Akan tetapi yang tepat bagi pemerintah semacam ini adalah:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (At Taubah: 12)

Jadi yang tepat bukan harus ditaati, bukan pula diberi loyalitas, akan tetapi yang ada adalah sikap qital (perang).

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan” (At Taubah: 5)

Jika mereka bertaubat, maksudnya bertaubat dari kemusyrikannya, dari kethaghutannya, dari kekafirannya, mereka mendirikan shalat dan memuanikan zakat, maka berilah mereka jalan dan jangan diganggu. Sedangkan jika pemerintahan ini tidak bertaubat dari kethaghutannya, dari Pancasilanya, dari demokrasinya dan dari kekufuran lainnya, maka mereka masih masuk ke dalam cakupan ayat ini.

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (An Nisa: 76)

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dalam rangka mengokohkan hukum Allah, menjunjung tinggi ajaran-Nya, sedangkan orang-orang kafir ─yang di antaranya adalah pemerintahan NKRI ini dan ansharnya─ mereka berjuang, berperang, berkiprah dengan segala cara dalam rangka mengokohkan sistem thaghut. Jadi, mereka berperang di jalan thaghut, maka bagaimana seharusnya sikap kaum muslimin ? Allah menyatakan “sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu”.

Perhatikanlah… mereka bukan ulil amri, akan tetapi mereka adalah wali-wali syaitan yang Allah perintahkan untuk memeranginya.

4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan perangilah mereka itu, sampai tidakada fitnah, dan dien (ketundukan) hanya bagi Allah semata” (Al Baqarah: 193)

Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah, tidak ada lagi idiologi syirik, tidak ada lagi kekafiran, tidak ada lagi penghalang kepada jalan Allah, tidak ada lagi penindasan terhadap kaum muslimin yang taat kepada Allah… bukan taat kepada Pancasila atau Undang Undang Dasar atau demokrasi, tapi hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Selama Ad Dien (ketundukan) belum sepenuhnya kepada Allah, maka al qital (perang) belum berhenti, selama fitnah (bencana) terhadap kaum muslimin yang taat dan berkomitmen dengan ajaran Allah masih dikejar-kejar atau dipersempit hidupnya, masih ditangkapi, dipenjarakan dan masih dibunuhi… maka berarti masih ada fitnah !! Selama kemusyrikan didoktrinkan maka fitnah masih ada. Selama fitnah masih ada maka al qital tidak akan berhenti.

5. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan)”. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya dien itu semata-mata untuk Allah”. (Al Anfal: 38-39)

Jadi, al qital tidak akan berhenti terhadap para penguasa yang menentang aturan Allah, yang menyebar fitnah (bencana) kemusyrikan dan penindasan terhadap kaum muslimin, merampas dan memeras harta kaum muslimin, baik dengan cara kasar maupun halus, maka qital tidak akan berhenti terhadap pemerintah yang seperti ini.

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas dari kamu” (At Taubah: 123)

Perangilah orang-orang yang ada disekitar kamu, yang ada didekat kamu dan dalam realitanya bukan hanya dekat, akan tapi mereka telah menguasai harta, diri, dan tanah air kita. Merekalah thaghut penguasa negeri ini, merekalah orang-orang kafir itu. Mereka telah sekian lama memerangi, menindas diri dan merampas harta kaum muslimin. Mereka mewajibkan ini dan itu yang bertentangan dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Merekalah orang-rang kafir yang dekat, maka tidak usah jauh-jauh pergi berperang untuk mencari orang kafir, ini yang dekat justeru sudah memusuhi dan memerangi semenjak dahulu. Bahkan para ulama sepakat bahwa memerangi penguasa murtad adalah lebih harus didahulukan memeranginya daripada orang-orang kafir asli, apalagi orang-orang kafir yang jauh…

6. Hadits Ubada ibnu Shamit (HR. Bukhari dam Muslim)

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajak kami, maka kami membai’atnya, maka di antara yang beliau ambil janjinya atas kami adalah kami membai’at(nya) untuk senantiasa mendengar dan taat, disaat senang dan disaat benci, diwaktu sulit dan waktu mudah kami, serta saat kami diperlakukan tidak adil dan agar kami tidak merampas urusan dari yang berhak (penguasa) kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata dengan bukti dari Allah yang ada pada kalian”

Sedangkan kita sudah banyak melihat bentuk-bentuk kekafiran yang dianut dan masih senantiasa dilakukan penguasa negeri ini, sehingga tidak layak berdalil dengan surat An Nisa: 59 untuk menggelari pemerintah ini sebagai ulil amri, akan tetapi yang tepat adalah ayat-ayat yang baru saja dibahas dan ditambah dengan hadits ini.

Para ulama sepakat bahwa orang kafir tidak sah untuk menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Bila pemimpin tersebut asalnya muslim kemudian muncul kekafiran darinya maka wajib untuk mencopotnya dan menggantinya dengan pemimpin yang muslim. Bila tidak mampu mencopotnya karena mereka menggunakan kekuasaan untuk mempertahankannya, maka wajib diperangi.

Namun dalam relaita zaman ini, kekafirannya bukanlah kekafiran yang bersifat personal, akan tetapi kekafiran yang kolektif dan tersistemkan, sehingga jika penguasa yang satu mati maka sistemnya belum mati dan orang-orang yang setelahnya akan menggantikan dia, karena sistem kafirnya tidak mati dan tetap mengakar.

Tugas kita adalah wajib menggalang kekuatan dengan langkah awalnya adalah mengerahkan segala kemampuan dalam menggencarkan dakwah tauhid yang berkesinambungan untuk mencabut akar-akar loyalitas terhadap thaghut di tengah masyarakat, sehingga thaghut tidak mempunyai tempat lagi di tengah-tengah masyarakat ini.

Jihad terhadap thaghut ini haruslah menjadi opini kaum muslimin, kaum muslimin harus merasa memiliki tanggung jawab terhadap masalah ini, sehingga tidak hanya dipikul oleh kelompok-kelompok tertentu saja. Bukan berarti seluruh kaum muslimin harus terjun dengan menenteng senjata, tapi yang paling penting bagi mereka adalah mereka adalah mereka harus memahami betul bahwa penguasa negeri yang mana mereka hidup di dalamnya adalah penguasa murtad kafir yang tidak boleh diberikan loyalitas, sehingga dengan kesadaran itu lunturlah dukungan kepada para thaghut dan tumbuhlah loyalitas kepada orang-orang yang berkomitmen dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Bila ini terwujud, maka kondisi akan berubah, dukungan kepada thaghut akan berganti dengan penentangan, sehingga mudahlah untuk menjatuhkan para thaghut itu.

BERSABARLAH…!!! Proses ini tidak mudah dan tidak akan terjadi begitu saja, tahap awal yang patut dilakukan adalah memberikan bayan (penjelasan) atau penyampaian risalah tauhid, karena perlu penyadaran terhadap masyarakat tentang kenapa penguasa negeri ini dikatakan sebagai penguasa kafir. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu” (Al Baqarah: 191)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan untuk mengusir orang-orang kafir sebagaimana mereka pernah mengusir kaum muslimin. Rasulullah diperintahkan untuk mengusir orang-orang kafir sebagaimana mereka telah mengusir Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Perhatikan… para thaghut itu telah mengeluarkan orang-orang yang komitmen dengan ajaran Islam dari jajaran masyarakat dengan cara menanamkan image negatif tentang mereka, memprovokasi, memfitnah dan membodoh-bodohi masyarakat dengan menuduh orang-orang yang bertauhid sebagai orang-orang bodoh, tidak memahami Islam secara utuh, orang yang dangkal pikiran atau orang yang haus dunia dan kekuasaan, maka menjadi wajiblah pula bagi kaum muslimin untuk mencopot para thaghut ini dari benak masyarakat dengan cara menyebarkan ilmu syar’iy, khususnya tentang tauhid dan kewajiban memerangi penguasa semacam itu.

Begitu pula dalam masalah harta, sebagaimana para thaghut itu telah menjauhkan orang-orang berkomitmen dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari harta mereka, bahkan thaghut selalu berupaya mempersulit hidup mereka, maka wajib pula bagi orang-orang yang bertauhid yang komit terhadap ajaran-Nya untuk menjauhkan thaghut dari harta yang mereka miliki, karena sebagian besar harta yang jatuh ke tangan thaghut digunakan untuk mempersenjatai tentara mereka untuk memerangi Allah dan Rasul-Nya, oleh sebab itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendo’akan orang-orang Quraiys agar dilanda paceklik, dengan tujuan agar mereka mendapatkan kesusahan sehingga tidak lagi menindas kaum muslimin dan dana yang mereka keluarkan tidak digunakan untuk mendukung hal itu. Maka haramlah atas setiap muslim untuk membayar atau menyerahkan harta kepada penguasa kafir dalam bentuk apapun, kecuali dalam kondisi terdesak atau dipaksa, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al Maidah: 2)

dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

“Janganlah kalian menyerahkan harta-harta kalian kepada orang-orang bodoh itu” (An Nisa: 5)

Perhatikanlah… jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang menyerahkan harta kaum muslimin kepada orang-orang yang tidak bisa menggunakan dengan benar, sedangkan bentuk kebodohan yang paling dasyat adalah orang-orang yang tidak suka dengan ajaran tauhid, salah satunya yaitu para thaghut. Allah menyatakan:

“Dan tidak ada yang benci kepada Milah Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri” (Al Baqarah: 130)

Jadi, seharusnya harta yang diambil dari kaum muslimin, mereka pergunakan di jalan Allah, bukan di jalan thaghut yang digunakan untuk memerangi Allah dan kaum muslimin.

Hendaklah diketahui bahwa pemerintahan thaghut ini adalah pemerintahan yang tidak sah, tidak syar’iy, tidak diakui secara Islam. Mereka adalah pemerintah yang memaksakan diri, begitu pula hukum dan undang-undangnya tidak sah, oleh sebab itu kaum muslimin tidak memiliki kewajiban untuk taat pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah thaghut ini, bahkan bebas untuk melanggarnya selama memenuhi dua syarat, yaitu: selama tidak melakukan sesuatu yang dilarang syari’at dan selama tidak menzalimi orang muslim.

Demikianlah sikap kita kaum muslim terhadap para thaghut penguasa negeri ini, bukan loyalitas dan taat kepada mereka, tapi ingatkah bahwa kita adalah orang-orang yang ditindas, diperangi dengan berbagai cara; kasar dan halus, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi, tapi… sungguh banyak kaum muslimin tidak menyadarinya. Ini karena kebanyakan kaum muslimin belum memahami hakikat Laa ilaaha illallaah. Mereka mengira penguasa negeri ini adalah muslim, karena para thaghutnya itu shalat, shaum, zakat, bahkan haji berkali-kali, padahal penguasa negeri ini telah melanggar hal yang paling penting dan fundamental, yaitu syahadat Laa ilaaha illallaah…

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabat serta para pengikutnya sampai hari kiamat.

Alhamdulillahirabbil’alamiin…