Rabu, 18 Maret 2009

Demokrasi Pasti Mati! Drama Konyol Pesta Demokrasi 2009



Tahun ini, tepatnya pada April 2009, rakyat Indonesia akan di undang dalam sebuah pesta yang diselenggarakan Pemerintah namun ternyata membuat mereka muntah. Undangan yang hanya membuang-buang energi, pikiran, uang dan merusak keindahan negeri ini.

Dalam pemilihan kali ini ada sedikit perbedaan.Selain tentunya semakin banyaknya para pesakitan yang mengingkan gemerlapnya kekuasaan dan jabatan, kini para caleg dipersempit lagi menjadi dapil (daerah pemilihan). Dengan adanya pemilihan tingkat dapil, maka caleg pun akan menjadi banyak jumlahnya. Bila di tahun sebelumnya hanya tingkat provinsi.

Alasan pemilihan aleg dari tingkat dapil karena katanya, pemilihan aleg dari tingkat provinsi tidak representatif dengan provinsi tersebut. Karena, aleg yang ada tidak mewakili suara rakyat di provinsinya yang menjadi daerahnya. Wajar saja, boro-boro mau tau kondisi n aspirasi rakyatnya, wong para aleg-aleg itu saja tidak berasal dari daerahnya. Tinggalnye dimane, eh jadi caleg di tempat mane.

Sebenarnya, pemilihan aleg dari tingkat dapil adalah lebih condong kepada politik bagi-bagi kekuasaan. Sama halnya dengan otonomi khusus. Seperti munculnya provinsi Tangerang Selatan beberapa waktu lalu. Yang belakangan ini, heboh tragedi Tapanuli Utara. Sampai-sampai Ketua DPRD-nya meninggal karena tuntutan untuk meminta otonomi khusus.

Yang lebih menggelikan dan menyayat hati dari semua ini adalah, partai-partai yang jumlahnya banyak itu tentunya juga membutuhkan banyak caleg. Apalagi syarat caleg perempuan kuotanya minimal 30%.

Dimana sih Guh hal yang menggelikan dan menyayat hati? Yaitu di banyaknya kebutuhan caleg tidak sesuai dengan jumlah kader yang dimiliki partai-partai tersebut. Kalau pun ada tapi tak berdaya guna, tidak berkualitas githu. Walhasil, dicari deh caleg dari mana-mana. Ada tukang parkir, pengamen, tukang jus, tukang cuci motor, tukang servis payung, tukang sate, tukang ketik, bahkan konyolnya ada partai yang membuka 'lowongan' menjadi caleg di koran.

Maaf, bukannya saya ingin merendahkan bapak-bapak n ibu-ibu yang berprofesi seperti di atas. Siapa pun layak mewakili rakyat asalkan dia mampu. Yang menjadi persoalan adalah, cara yang digunakan partai-partai peserta pemilu untuk menjadikan anda sebagai caleg sungguh sangat tidak mencerminkan mereka itu sebagai kaum terpelajar dan intelektual, lebih tepatnya ASAL-ASALAN. Dan pastinya anda-anda sekalian yang terhormat hanya akan dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan busuk partai laknat tersebut.

Sungguh, walau pun para caleg dan aleg yang terpilih dari kalangan terpelajar, ANE TETEP GAK AKAN RELA sampai berlakunya Hukum Islam!

Selama hukum di negara ini tidak menggunakan hukum dari Qur-an dan Sunnah, sampai kapan pun ane gak akan rela dengan pemerintahan di negeri ini! Walau pun nantinya negeri ini makmur (makmur semu, -red), BBM murah, sembako murah, pendidikan gratis, dan hayalan-hayalan fatamorgana lainnya di luar rahmat ALLAH.

Yeah,
DEMOKRASI PASTI MATI!

SYARI'AT ISLAM HARGA MATI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar