Minggu, 22 Maret 2009

Pesan Kematian di Dinding Rumah

"Kematian akan segera menjemputmu." Demikian tulisan di atas tempat tidur Majeda dan setiap rumah warga Gaza!

Hidayatullah.com--Serangan 22 hari oleh Israel ke Jalur Gaza tidak hanya meninggalkan kerusakan pada tanah, bangunan dan sumber alam milik rakyat Gaza. Mereka juga meninggalkan "pesan" dengan tulisan merah darah.

Palestinian Centre for Human Rights (PCHR) dalam salah satu seri laporan kesaksian serangan ke Gaza (18/03), memuat cerita tentang coretan tentara Israel di dinding rumah-rumah orang Palestina.

Bersama dengan ribuan rumah yang rusak sebagian atau seluruhnya oleh buldozer, tank dan bom yang dijatuhkan jet tempur F-16, terdapat rumah-rumah yang dikotori grafiti peninggalan serdadu Israel dan vandalisme atas barang-barang milik rakyat sipil.

Di rumah Mos'ab Dardona yang berada di Jabal Al Rayes, Timur Laut Gaza, serdadu Israel yang mengambil alih rumah dan menjadikannya pos, meninggalkan gambar-gambar di dinding. Antara lain gambar seorang tentara yang sedang mengencingi masjid yang roboh dan terbakar serta gambar desa yang dibumihanguskan. Sementara di rumah sebelahnya milik Ibrahim Dardona, serdadu Israel meninggalkan berkantong-kantong kotoran manusia di kamar tidur, padahal kamar mandi di rumah itu berfungsi. Mereka juga mencoret-coret dinding dengan gambar-gambar kasar berbau seksual.

"Coretan-coretan yang ditinggalkan serdadu Israel di dinding menunjukkan kebencian dan sifat rasis terhadap orang-orang Palestina dan Arab yang ada di sekitar mereka," kata Hamdi Shaqqura Direktur PCHR Bidang Pengembangan Demokrasi.

"Sehubungan dengan bukti-bukti yang sedang dikumpulkan PCHR seputar pembunuhan kejam dan sengaja atas rakyat sipil Palestina, grafiti itu bahkan lebih meresahkan," lanjut Shaqqura.

Ribuan orang yang tidak bisa kembali ke tempat puing-puing rumah mereka setelah serangan Israel, jumlah pastinya sangat sulit dihitung. Hal ini mengingat kamp pengungsi yang dibangun sebagian besar sudah ditinggalkan, dan mereka yang kehilangan rumah pindah tinggal bersama keluarga besarnya.

Sebagian orang berusaha bangkit kembali, pulang ke rumah mereka yang hanya rusak sebagian. Membersihkan reruntuhan, atau bahkan menyingkirkan bekas-bekas tanda anggota keluarga yang tewas. Keluarga besar Dardona telah kembali ke rumah-rumah mereka. Mereka bimbang antara menghapus bukti-bukti kehadiran serdadu Israel atau hidup dengan memori akan kengerian yang pernah terjadi di sana. Kasus seperti ini banyak dijumpai di seluruh penjuru Jalur Gaza.

Di daerah pertanian luas Johur-ad-Dik, pasukan Israel berbasis di sebagian rumah pada hari-hari awal penyerangan darat. Jejak-jejak tank membelah lahan pertanian yang luas, ratusan pohon zaitun dan citrus dihancurkan. Setengah dari 2500 total populasinya kehilangan tempat tinggal.

Pada subuh tanggal 4 Januari 2009, hari pertama serangan darat Israel, sebuah misil mendarat di dekat rumah Saleh Abu Hajaj di Johur-ad-Dik. Melalui penyabotan gelombang siaran radio, militer Israel memerintahkan penduduk setempat untuk meninggalkan rumah-rumah mereka. Anak perempuan Saleh yang berusia 36 tahun, Majeda Abu Hajj, mengikatkan kain putih pada sebuah tongkat dan memimpin sekelompok orang sipil keluar dari lingkungan tempat tinggal mereka.

Ketika mereka berusaha untuk menyelamatkan diri, tank-tank mulai menembaki mereka dan Majeda tewas tertembak dari belakang. Tak lama kemudian ibunya, Raya 64 tahun, juga ditembak dan tewas bersimbah darah tidak jauh dari putrinya. Mayat Majeda dan Raya tidak diambil hingga Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak yaitu enam belas hari kemudian. Serangan ini berarti pembunuhan yang disengaja, melanggar Konvensi Genewa dan merupakan kejahatan perang.

Serdadu Israel menjadikan rumah Abu Hajaj sebagai pos militer setelah pembunuhan itu. Mereka pun meninggalkan coretan di dinding setiap ruangan. Di atas tempat tidur Majeda ada tulisan berwarna merah "Kematian akan segera menjemputmu". Di bagian lain rumah itu tertulis "Pernahkah kamu membayangkan seperti apa neraka itu? ... lihatlah ke sekeliling mu...! Ha ha ha".

Di distrik Zeytoun, di mana 27 anggota keluarga Samouni dibunuh dalam serangan udara selagi mereka berlindung, sebuah bangunan yang mereka tempati atas suruhan tentara Israel, ada lebih banyak pesan di dinding yang menggetarkan bulu kuduk.

Di rumah Talal Al Samouni serdadu Israel menuliskan "Matilah kalian semua", "Buatlah perang dan bukan damai", "Orang Arab harus mati" dan sebuah batu nisan diukir dengan tulisan "Arab 1948-2009" merujuk pada tahun antara pembentukkan negera Israel dan serangan militer Israel yang terbaru.

Di tangga dalam rumah Rashad Helmi Al Samouni beberapa pintu yang dirobohkan tertulis dengan kapur: "Akan tiba hari di mana kami membunuh semua orang Arab", "Buruk untuk orang Arab, baik untuk saya","Seorang Arab yang baik adalah yang berada di liang kubur", dan tulisan "Damailah sekarang antara Yahudi dengan Yahudi, bukan Yahudi dengan orang Arab."

Di samping begitu banyaknya coretan di dinding yang menyulut emosi dan meresahkan, juga ada coretan yang mengekspresikan perasaan manusia yang ditulis oleh prajurit yang lelah. Bunyinya antara lain; "Berapa lama lagi kita berada di sini?", "Sampai kapan?", "Kami ingin pulang ke rumah" dan "Saya tak punya negeri lain".

Ada banyak dugaan pelanggaran serius yang telah dilakukan oleh Israel atas operasinya di Jalur Gaza. PCHR sekarang ini sedang menyelidiki banyak kasus dan berusaha untuk mengangkatnya ke permukaan. Apapun hasil penyelidikan itu, hanya berarti sangat sedikit guna menghibur ribuan rakyat sipil yang kehilangan rasa aman yang seharusnya mereka rasakan di dalam rumahnya yang telah dilecehkan oleh Israel. [pchr/ZeAl/www.hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar